PRAY FOR THE NATION

Indonesia:

Kamis lalu (2/12) Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) dengan tegas telah menginstruksikan dan menjamin anggotanya juga kepada masyarakat Kristen Mentawai untuk segera membangun hunian sementara sebelum Natal tiba (Baca : JK Instruksikan Bangun Hunian Sementara Untuk Rayakan Natal). Apa mau dibilang, kenyataan berbicara beda dilapangan.

Pembangunan hunian itu belum dikerjakan hingga Minggu (5/12). Penyebabnya apalagi kalu bukan terbentur birokrasi pemerintahan.

Hal itu diakui Koordinator Lapangan Posko Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Mentawai Zul Hendri.

Walau begitu, Zul menegaskan PMI masih melanjutkan penjajakan dengan pemerintah daerah. Zul berharap pemerintah memberikan tanggapan positif agar korban dapat kembali hidup normal.

Semoga saja Presiden peduli dan langsung memerintahkan pembangunan hunian sementara dengan tujuan agar rakyatnya dapat menjalankan dan merayakan hari besar keagamaannya secara kondusif.










William Carey (biografi)



Seorang misionaris Baptis asal Inggris yang melayani di India, lahir di Inggris tahun 1761. Menjadi pendeta sebelum terjun ke ladang misi, selama 41 tahun ia aktif melayani Tuhan di India, termasuk menerjemahkan Alkitab. 

"Seorang pembuat sepatu yang menjadi sarjana, ahli bahasa, dan misionaris melalui latihan yang Tuhan berikan." William Carey adalah salah seorang kepercayaan Tuhan dalam sejarah penginjilan! Salah seorang penulis biografinya, F. Dealville Walker, menuliskan: "Dengan sedikit orang yang sezaman dengannya, ia hampir sendirian dalam berusaha untuk menaklukkan sikap acuh tak acuh dan permusuhan yang paling sering terjadi dalam usaha-usaha penginjilan; Carey menyusun rencana untuk kegiatan misi dan mencetak "Enquiry", bukunya; dia memengaruhi orang-orang yang takut dan ragu-ragu dalam mengambil langkah untuk menginjili dunia." Penulis biografi lain menulis, "Karena dia memberikan seluruh hidupnya, tidaklah berlebihan bila dia disebut sebagai misionaris Kristen yang terbesar dan mumpuni yang ada di zaman modern." 

Carey lahir di sebuah pondok kecil yang atapnya terbuat dari ilalang di Paulerspury, sebuah desa di Northamptonshire, Inggris, pada 17 Agustus 1761 dari keluarga penenun. Saat berusia delapan belas tahun, ia meninggalkan Gereja Inggris (Church of England) untuk "mengikut Kristus" dan "mengikut Dia serta meninggalkan segalanya dan menanggung derita-Nya". Awalnya, ia bergabung dengan gereja Congregational di Hackleton di mana dia belajar dan bekerja membuat sepatu. Di sana pula ia menikah; pada tahun 1781. Di Hackleton, ia mulai berjalan sejauh lima mil ke Olney untuk lebih mendalami kebenaran iman. Olney merupakan benteng Particular Baptists, sebuah kelompok di mana Carey banyak menghabiskan waktunya setelah dibaptis pada 5 Oktober 1783. Dua tahun kemudian, dia pindah ke Moulton untuk menjadi kepala sekolah dan setahun kemudian menjadi pendeta Baptis jemaat kecil di sana. 

Di Moultonlah Carey mendapat panggilan misi. Dalam kata-katanya sendiri, dia mengatakan, "Perhatianku pada misi pertama kali muncul setelah aku berada di Moulton, saat membaca buku `The Last Voyage of Captain Cook`." Bagi banyak orang, Jurnal Cook adalah kisah petualangan yang mendebarkan, tetapi bagi Carey cerita itu justru menyingkapkan kebutuhan manusia! Kemudian, dia mulai membaca setiap buku yang berhubungan dengan masalah itu. (Hal ini bersamaan dengan pelajaran bahasa yang ditekuninya -- saat berusia 21 tahun, Carey sudah menguasai bahasa Latin, Yunani, Ibrani dan Italia, dan sedang belajar bahasa Belanda dan Perancis. Ada seseorang yang menyebut pondok tempatnya membuat sepatu itu sebagai "Carey`s College", karena saat membuat sepatu sambil berkhotbah, dia tidak pernah duduk di bangku tanpa ada beberapa buku di depannya.
Semakin banyak yang dia baca dan pelajari, dia semakin yakin bahwa "orang-orang di dunia ini memerlukan Kristus". Dia membaca, mencatat, membuat bola dunia dari kulit, dan suatu hari, dalam ketenangan di bengkel sepatunya -- tidak pada beberapa konferensi misi yang penuh antusias -- Carey mendengar panggilan: "Bahwa sudah menjadi kewajiban semua orang untuk percaya kepada Injil ..., maka menjadi tugas mereka yang percaya Injil untuk berusaha supaya Injil dikenal oleh semua bangsa." Dan Carey dengan menangis menjawab, "Ini aku; utuslah aku!" 

Berserah diri adalah satu hal, meraih sasaran adalah hal yang berbeda. Tidak ada masyarakat misi dan tidak ada minat yang sungguh-sungguh terhadap misi. Saat Carey mengemukakan masalah ini untuk didiskusikan di suatu pertemuan dengan para pelayan -- "Tidak peduli apakah perintah yang diberikan kepada para rasul untuk mengajar semua bangsa adalah suatu keharusan pada pelayanan yang sukses sampai akhir zaman, janji penyertaan Tuhan pada perintah-Nya itu sama pentingnya dalam menentukan kesuksesan pelayanan." -- Dr. Ryland menyahut, "Anak muda, duduklah. Bila Allah berkenan untuk mempertobatkan penyembah berhala, Ia akan melakukannya tanpa bantuanmu ataupun bantuanku." Lebih lanjut, Andrew Filler mengatakan perasaannya menyerupai pemimpin Israel yang tidak percaya kepada Tuhan, yang berkata, "Jika Allah mau membuat jendela di surga, kiranya terjadilah!" 

Tetapi Carey pantang mundur. Dia kemudian berkata tentang pelayanannya, "Aku bisa bekerja keras!" Dan dia adalah seorang pria yang "selalu dengan teguh menekankan untuk tidak pernah menyerah pada sesuatu atau pada hal-hal kecil apa pun". Ini telah dicamkan dalam pikirannya sampai ia mendapatkan pengetahuan yang jelas tentang apa yang ia pelajari. 

Maka Carey menulis bukunya yang terkenal, "Enquiry Into the Obligations of the Christians to Use Means for the Conversion of the Heathen". Dalam karya besarnya di bidang misi ini, Carey menjawab bantahan-bantahan, meneliti sejarah misi dari zaman apostolik, meneliti dunia secara keseluruhan, yaitu negara-negara, ukuran, jumlah penduduk dan agama, dan menggeluti penerapan praktis bagaimana menjangkau dunia untuk Kristus! 

Kemudian dia memohon dan berjuang dengan susah payah. Namun, dia pantang menyerah. Dia berkhotbah -- khususnya pada zamannya -- dan dia berpesan, "Mengharapkan hal-hal besar dari Tuhan. Mengusahakan hal-hal besar untuk Tuhan." Pesan yang dikhotbahkan di Nottingham pada 30 Mei 1792 dan pelayanan misi Carey yang lainnya menghasilkan Baptist Missionary Society (Masyarakat Misionaris Baptis), yang dibentuk pada musim gugur di Kettering pada 2 Oktober 1792. Pendaftaran dimulai, dan ironisnya, Carey tidak dapat menyumbangkan uang sedikit pun selain hasil dari keuntungan penjualan bukunya, The Enquiry. 

Tahun 1793, Carey pergi ke India. Awalnya, istrinya menolak untuk ikut bersamanya sehingga mau tak mau Carey berangkat sendiri, namun setelah dua kali kembali dari galangan kapal untuk membujuk istrinya lagi, Dorothy dan anak-anaknya akhirnya mau menemaninya. Mereka bersama dengan Dr. Thomas sampai di ujung Hooghly di India pada November 1793. Mereka menjalani tahun-tahun keputusasaan (selama tujuh tahun tak ada satu pun orang India yang bertobat), hutang, penyakit, keadaan yang memperburuk pikiran istrinya, dan kematian. Namun atas anugerah Tuhan dan dengan kekuatan firman Tuhan, Carey tetap berjalan dan berjuang untuk Kristus! 

Carey meninggal pada usia ke-73 (1834). Sebelumnya dia telah melihat Alkitab diterjemahkan dan dicetak dalam empat puluh bahasa, dia telah menjadi profesor di suatu sekolah tinggi, dan telah mendirikan sekolah tinggi di Serampore. Dia telah melihat India membuka pintunya untuk misi, dia telah melihat diberlakukannya larangan hukuman sati (membakar jendela pada saat upacara pembakaran mayat suami yang meninggal), dan dia telah melihat pertobatan untuk Kristus. 

Di tempat tidur di mana dia meninggal, Carey berpesan kepada teman misinya, "Dr. Duff! Engkau telah berbicara tentang Dr. Carey; saat saya pergi, jangan katakan apa pun tentang Dr. Carey tapi katakan tentang Allah Dr. Carey." Perintah itu merupakan simbol dari Carey, yang oleh banyak orang dianggap sebagai seorang "tokoh yang unik, melebihi orang-orang pada zamannya dan pendahulunya" dalam pelayanan misi. (t/Ratri)

William Carey

CareyEngraving.jpg
Misionaris untuk India
Lahir 17 Agustus 1761
Paulerspury, England
Meninggal 9 Juni 1834 (umur 72)
Serampore, India
William Carey (lahir 17 Agustus 1761 – meninggal 9 Juni 1834 pada umur 72 tahun) adalah tokoh pekabaran Injil modern dan dikenal dalam sejarah gereja sebagai "Bapak Gerakan Misi Modern".[1][2][3][4]

Riwayat hidup

Wiliam Carey dilahirkan di sebuah keluarga yang tidak mampu di Nortamptonshire, Inggris pada tahun 1761.[3][4] Orangtua Carey merupakan anggota Gereja Anglikan, sehingga Carey menerima baptisan di gereja itu.[3][4] Pada tahun 1779, Carey pindah ke Gereja Baptis.[4] Di sana ia menjadi seorang pengkhotbah dan guru sekolah pada siang hari, sedangkan malam hari ia bekerja sebagai seorang tukang sepatu.[4][2] Ia juga seorang yang sangat mencintai tanaman.[3] Meskipun Carey melakukan berbagai pekerjaan, ia menyempatkan diri untuk mempelajari sendiri bahasa Yunani, Ibrani, Belanda dan Perancis.[4][5][2]
Pada tahun 1792 Carey mengkritik golongan Baptis yang bercorak Calvinis menafsirkan teologi predestinasi sedemikian rupa yang berpendapat jika Tuhan bermaksud menyelamatkan bangsa-bangsa yang jauh, Dia dapat menyelamatkan mereka tanpa memakai tenaga manusia sebagai pekabar Injil.[3]. Kritikan Carey terhadap Calvinisme dinyatakan dalam buku, An Inquiry into the Obligation to use Means for the Conversion of the Heathen, yang isinya mengatakan bahwa tenaga manusia dibutuhkan untuk menginjili bangsa-bangsa yang jauh.[3] Carey menegaskan panggilan setiap orang Kristen untuk berperan dalam misi gereja, yakni mengabarkan Injil ke seluruh dunia.[3]
Ketertarikannya pada saat membaca buku harian David Brainerd, yang menyerahkan diri untuk mengabarkan Injil kepada orang Indian di Amerika menginspirasikannya untuk menjadi salah satu misionaris pertama yang pergi ke India pada 1792.[3] [1]
Ia juga membantu mengorganisasi English Baptist Missionary Society. [1][2][5] Kepandaian Carey yang mencakup ketrampilan praktis maupun intelektual serta kemampuan berbahasa, sangat mendukung usahanya dalam pekabaran Injil di India.[3][5]

Kehidupan di India

Ketika pertama kali pindah ke India, keluarga Carey menghadapi banyak kesulitan.[3] Hal itu menyebabkan Carey beralih pekerjaan, yaitu menjadi pengelola pabrik nila di pedalaman India.[3] Istri Carey tidak tahan hidup di tempat tersebut sehingga ia mengalami gangguan jiwa dan hal ini memberi dampak besar bagi perkembangan anak-anak mereka.[3]
Namun, itu semua tidak membuat Carey putus asa.[3] Ia memakai kesempatan hidup terpencil di perkebunan untuk belajar bahasa Sanskrit dan bahasa Bangla, yang nantinya akan berguna bagi karya penerjemahan Alkitab yang dilakukannya.[3]
Pada tahun 1793 Carey tiba di Kolkata, namun ia langsung mendapatkan perlawanan dari pihak Perusahaan Hindia Timur Inggris (East India Company) yang saat itu berkuasa di India.[6][1] Akibatnya, Carey terpaksa mundur ke Serampur (dekat Kolkata), yang merupakan daerah jajahan kecil Perusahaan Hindia Timur Denmark pada waktu itu.[1][6] Namun demikian, di kota Serampur inilah karya Carey dimulai.[1][2]
Ketika pindah ke Serampur, Carey bergabung dengan dua orang temannya, yaitu: seorang guru bernama Joshua Marshman dan seorang tukang cetak dan redaktur koran bernama William Ward.[3] Mereka mendirikan sekolah untuk anak-anak orang Eropa dan mengajarkan bahasa Bangla pada pegawai negeri berkebangsaan Inggris, tenaga Perusahaan Hindia Timur.[3] Dengan cara itulah mereka dapat mencukupi kebutuhan misi.[3]
Penerjemahan Alkitab diprioritaskan, sehingga dalam waktu 30 tahun mereka menerjemahkan seluruh Alkitab ke dalam 6 bahasa, ditambah bagian-bagian tertentu dari Alkitab yang diterjemahkan ke dalam 26 bahasa.[3] Pekerjaan ketiga pekabar Injil di Serampur yang terkenal sebagai "Trio Serampur" ini merupakan langkah awal yang sangat bermakna dalam usaha perkembangan kekristenan di India.[3]
Carey ingin mengabarkan Injil seluas dan secepat mungkin, sehingga ia berjalan mengunjungi berbagai pedesaan, mendirikan pos-pos pekabaran Injil di tepi Sungai Gangga, di Orissa dan sampai ke Burma.[3] Tujuan Carey adalah secepat mungkin mendirikan gereja asli India yang mandiri.[3]

Karya-karya

Carey berhasil mendirikan berbagai gereja dan sekolah di India, menerjemahkan Alkitab ke dalam berbagai bahasa, membuka pusat kesehatan, mendirikan seminari, dan menyokong reformasi sosial dengan sukses (termasuk menghentikan perlakuan kasar terhadap kaum wanita, pembunuhan anak-anak, pengguguran bayi, dan sati, yaitu upacara pembakaran para janda yang sudah menjadi tradisi di sana).[2][3]
Sekolah yang dibangun Carey di Hackleton
Carey menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang untuk mengikuti jejaknya dalam bidang misionaris, termasuk ahli bahasa berbakat Henry Martyn.[2] Sebelum meninggal dunia, Carey telah menyelesaikan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Urdu, yang tetap menjadi dasar terjemahan modern, dan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Arab dan Persia.[2]
Keahlian Carey di bidang praktis juga dipakai demi pembangunan negeri India.[3] Ia mendirikan Horticultural Society (Persekutuan Ilmu Perkebunan) dengan tujuan meningkatkan metode-metode pertanian, termasuk mengimpor pohon buah-buahan dari Inggris.[3]

Kekristenan


Kekristenan

Agama Kristen
Yesus Kristus
Kelahiran · Kematian · Kebangkitan ·
Natal · Jumat Agung · Paskah
Dasar
Gereja · Injil · Kerajaan ·
Rasul: Paulus · Petrus
Alkitab
Perjanjian Baru · Perjanjian Lama · Kanon · Deuterokanonika
Teologi
Allah Bapa · Allah Putra · Allah Roh Kudus
Trinitas · Keselamatan · Baptisan · Maria ·
Ajaran
Sepuluh Perintah Allah · Hukum Kasih · Amanat Agung ·
Kotbah di Bukit: Ucapan Berbahagia · Doa Bapa Kami
Sejarah Kekristenan
Gereja mula-mula · Konsili ·
Pengakuan iman · Misi · Skisma Timur-Barat ·
Perang Salib · Reformasi · Kontra Reformasi
Denominasi Kristen
Topik terkait
Khotbah · Doa · Ekumenisme · Gerakan ·
Seni · Musik · Liturgi · Kalender · Simbol · Kritik
Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus atau Isa Almasih. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia (Kisah Para Rasul 11:26).
Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi). Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.
Kata Kristen sendiri memiliki arti "pengikut Kristus atau "pengikut Yesus".
Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus atau Isa Almasih adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi (Injil Matius 18: 18-19)
Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.
Murid-murid Yesus Kristus untuk pertama kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di Antiokia (Kisah Para Rasul 11: 26c).
Sepeninggal Yesus, kepemimpinan orang Kristen diteruskan berdasarkan penunjukan Petrus oleh Yesus. Setelah Petrus meninggal kepemimpinan dilanjutkan oleh para uskup yang dipimpin oleh uskup Roma. Pengakuan iman mereka menyebutkan kepercayaan akan Allah Tritunggal yang Mahakudus, yakni Bapa, Anak (Yesus Kristus), Roh kudus, Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik; pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal.
Setelah itu, Gereja Kristen mengalami dua kali perpecahan yang besar: yang pertama terjadi pada tahun 1054 antara Gereja Barat yang berpusat di Roma (Gereja Katolik Roma) dengan Gereja Timur (Gereja Ortodoks Timur) yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Turki). Yang kedua terjadi antara Gereja Katolik dengan Gereja Protestan pada tahun 1517 ketika Martin Luther memprotes ajaran Gereja yang dianggapnya telah menyimpang dari kebenaran.
Banyak denominasi Gereja kini menyadari bahwa perpecahan itu justru menyimpang dari pesan Yesus yang mendoakan kesatuan di antara para pengikutnya (lihat Injil Yohanes 17:20-21, "Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.") Doa ini kemudian menjadi dasar dari gerakan ekumenisme yang dimulai pada awal abad ke-20.

Sejarah

Agama Kristen bermula dari pengajaran Yesus Kristus sebagai tokoh utama agama ini. Yesus lahir di kota Betlehem yang terletak di Palestina sekitar tahun 4-8 SM, pada masa kekuasaan raja Herodes. Yesus lahir dari rahim seorang wanita perawan, Maria, yang dikandung oleh Roh Kudus. Sejak usia tiga puluh tahun, selama tiga tahun Yesus berkhotbah dan berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas rasulnya. Yesus yang semakin populer dibenci oleh orang-orang Farisi, yang kemudian berkomplot untuk menyalibkan Yesus. Yesus wafat di salib pada usia 33 tahun dan bangkit dari kubur pada hari yang ketiga setelah kematiannya. Setelah kebangkitannya, Yesus masih tinggal di dunia sekitar empat puluh hari lamanya, sebelum kemudian naik ke surga.
Setelah naiknya Yesus Kristus ke surga, rasul-rasul mulai menyebarkan ajaran Yesus ke mana-mana, dan sebagai hasilnya, jemaat pertama Kristen, sejumlah sekitar tiga ribu orang, dibaptis. Namun, pada masa-masa awal berdirinya, agama Kristen cenderung dianggap sebagai ancaman hingga terus-menerus dikejar dan dianiaya oleh pemerintah Romawi saat itu. Banyak bapa Gereja yang menjadi korban kekejaman kekaisaran Romawi dengan menjadi martir, yaitu rela disiksa maupun dihukum mati demi mempertahankan imannya, salah satu contohnya adalah Ignatius dari Antiokia yang dihukum mati dengan dijadikan makanan singa.
Saat itu, kepercayaan yang berkembang di Romawi adalah paganisme, di mana terdapat konsep ‘balas jasa langsung’. Namun dengan gencarnya para rasul menyebarkan ajaran Kristen, perlahan agama ini mulai berkembang jumlahnya, sehingga pemerintah Romawi semakin terancam oleh keberadaan agama Kristen. Romawi pun berusaha menekan, dan bahkan melarang agama Kristen, karena umat Kristen saat itu tidak mau menyembah Kaisar, dan hal ini menyulitkan kekuasaan Romawi. Selain itu, paganisme dan ramalan-ramalan yang sejak zaman Republik sudah dipakai sebagai alat-alat propaganda dan pembenaran segala tingkah laku penguasa atau alasan kegagalan penguasa, sudah tidak efektif lagi dengan keberadaan agama Kristen. Maka, di masa-masa ini, banyak umat Kristen yang dibunuh sebagai usaha pemerintah Romawi untuk menumpas agama Kristen. Penyebar utama agama Kristen pada masa itu adalah Rasul Paulus, yang paling gencar menyebarkan ajaran Kristen ke berbagai pelosok dunia.
Pada masa inilah, datang masa-masa kegelapan (192-284), mulai dari Kaisar Commodus hingga Kaisar Diocletian. Pada masa inilah orang-orang masa itu kehilangan kepercayaan terhadap konsep balas jasa langsung yang dianut di Paganisme, sehingga agama Kristen pun semakin diminati. Hingga akhirnya pada tahun 313, Kaisar Konstantinus melegalkan agama Kristen dan bahkan minta untuk dipermandikan, dan 80 tahun setelahnya, Kaisar Theodosius melarang segala bentuk paganisme dan menetapkan agama Kristen sebagai agama negara.
Sebagai agama resmi negara Kekristenan menyebar dengan sangat cepat. Namun Gereja juga mulai terpecah-pecah dengan munculnya berbagai aliran (bidaah). Salah satu upaya untuk menekan bidaah adalah dengan diadakannya Konsili Nicea yang pertama pada tahun 325 M. Konsili Nicea mencetuskan pengakuan iman umat Kristen keseluruhan pertama kali, sebagai tanda persatuan Kristen universal yang dibedakan dari umat-umat Kristen yang bidaah. Salah satu contohnya adalah bidaah Arianisme, yang merupakan salah satu krisis bidaah terbesar saat itu yang menjadi alasan utama diadakannya Konsili Nicea yang pertama.
Ketika Kerajaan Romawi runtuh dan tercerai-berai, Gereja Kristen tetap bertahan. Pada abad ke-11 terjadilah Perang Salib, di mana kekejaman prajurit perang salib menjadi sejarah kelam Kristen yang hingga kini masih banyak disesali. Perang Salib adalah perang agama antara Kristen dan Islam. Dicetuskan pertama kali oleh Paus Urbanus II, Perang Salib I bertujuan merebut kembali kota suci Yerusalem dari kekuasaan Islam, yang merupakan tempat penting umat Kristen sebagai tujuan ziarah saat itu.
Sementara itu, bagian timur dari Kerajaan Romawi, bertahan sebagai Gereja yang disebut Yunani atau Ortodoks, yang mewartakan kabar gembira di Rusia dan memisahkan diri dari belahan barat yang berada di bawah pimpinan Gereja Roma. Pemisahan ini terjadi pada tahun 1054.
Sementara itu, pada tahun 1460 penemuan percetakan oleh Gutenberg membuat Kitab Suci terjangkau bagi semua orang. Sebelumnya, Kitab Suci dibatasi oleh Gereja kepada umat dengan tujuan untuk menekan bidaah yang merupakan salah satu krisis besar dalam tubuh Gereja saat itu. Kitab Suci hanya dibacakan di Gereja dan menjadi sumber kotbah.
Saat itu, banyak pihak-pihak tidak bertanggungjawab memanfaatkan kedudukan di dalam Gereja Barat (Katolik) sebagai sumber kekuasaan, sehingga secara tidak langsung mencoreng nama baik Gereja. Pejabat-pejabat tinggi di dalam Gereja semakin terpengaruh untuk mementingkan kepentingan duniawi sehingga semakin menyeleweng dari ajaran dasar Gereja Katolik. Banyak oknum yang menduduki posisi penting di dalam Gereja menggunakan kekuasaannya secara semena-mena sehingga merugikan banyak umat saat itu. Hal ini membuat banyak umat Kristen kecewa dan memprotes serta menuntut pembaharuan. Banyak umat yang berpikir bahwa salah satu cara mendatangkan pembaharuan di dalam Gereja ialah dengan memberikan Kitab Suci kepada semua orang.
Puncak dari penyalahgunaan ajaran Gereja diawali dengan jual beli surat indulgensia. Praktik ini sendiri sesungguhnya bertentangan dengan ajaran iman Gereja Katolik. Martin Luther, seorang rahib, memutuskan untuk melakukan pembaharuan dengan melakukan pemberontakan terhadap Gereja Katolik dan membangun gereja tandingan baru. Sedangkan Ignatius Loyola, pendiri ordo Jesuit dalam Gereja Katolik, berusaha melakukan pembaharuan dari dalam, salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan teologi Kristen yang ketat kepada para klerus, terutama dalam kepatuhan penuh pada otoritas dan ajaran Gereja, agar praktek korup dalam Gereja berkurang dan tidak menjadi-jadi. Konsili Trente merupakan konsili yang diadakan sebagai reaksi dari reformasi Martin Luther, di mana reformasi Martin Luther dianggap oleh Gereja Katolik sebagai tindakan yang memperparah kondisi kekristenan. Dalam Konsili Trente-lah ajaran iman Gereja Katolik dipertegas (termasuk kanonisasi terakhir Alkitab Katolik) demi menekan dan mengurangi berbagai macam penyalahgunaan yang sewenang-wenang dalam tubuh Gereja.
Ketika Martin Luther menerjemahkan Kitab Suci menjadi bahasa Jerman, pengikut-pengikutnya mulai memiliki pandangan yang berbeda-beda akan Kitab Suci tersebut, lalu terjadilah pertentangan penafsiran antara umat satu dengan yang lain, salah satu kasusnya adalah pertentangan antara denominasi protestan reformed-nya Zwingli dan denominasi anabaptis, reformed-nya Calvinis dengan Arminian, dan masih banyak lagi. Inilah yang membuat agama Kristen Protestan sekarang banyak terbagi-bagi lagi menjadi denominasi-denominasi lagi.

Cabang-cabang utama

Agama Kristen termasuk banyak tradisi agama yang bervariasi berdasarkan budaya, dan juga kepercayaan dan aliran yang jumlahnya ribuan. Selama dua milenium, Kekristenan telah berkembang menjadi tiga cabang utama:
Selain itu ada pula berbagai gerakan baru seperti Bala Keselamatan, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Mormon, Saksi-Saksi Yehuwa, serta berbagai aliran yang muncul pada akhir abad ke-19 maupun abad ke-20, dll. (lihat Denominasi Kristen).

KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA (1)

"Bung Sultan" yang Demokratis

Bian Harnansa/Persda Network
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X
Oleh Bambang Sigap Sumantri
KOMPAS.com - ”Saya tidak ingat persis lagi kapan dan bagaimana saya sampai menyebut ’Bung’ saja untuk kata diri Sultan. Dan rupa-rupanya Sultan Hamengku Buwono IX menganggap sikap saya itu wajar pula. Dia tidak keberatan sama sekali apabila saya panggil sebagai ’Bung’. Juga kalau saya berbicara dengan Sultan, percakapan itu biasanya dilakukan dalam bahasa Indonesia bercampur bahasa Belanda, tidak pernah dalam bahasa Jawa. Jadi, segala sesuatu berlangsung secara demokratis”.

Judul dan alinea pembukaan ini dikutip dari tulisan wartawan senior H Rosihan Anwar dari buku Tahta untuk Rakyat.
Jiwa demokratis dan kenegarawanan HB IX memang unik, tetapi bisa dijelaskan dengan membaca riwayat hidup serta peran yang dimainkan dalam perpolitikan ketika masa pemerintahan Belanda dan setelah Indonesia merdeka. Nilai-nilai demokratis HB IX sangat jauh dari watak feodal. Melalui kepribadian yang memancar sangat kuat, HB IX berhasil membentuk pemerintahan DIY menjadi pelopor sistem pemerintahan demokratis yang kini dikembangkan pemerintahan SBY. Bagaimana bisa?

HB IX lahir pada tahun 1912 dengan nama Dorodjatun. Sejak usia sekolah dasar ia dititipkan (mondok) pada keluarga Belanda. Ia pernah tinggal di keluarga Mulder di Gondomanan, Yogyakarta, lalu keluarga Belanda di Semarang, dan terakhir bersekolah di Bandung sebelum berangkat ke Belanda. Di negara ini ia belajar di Fakultas Indologi, Rijksuniversiteit, Leiden. Suasana ini, antara lain, membuat HB IX mempunyai sikap egaliter dan demokratis. Apalagi dalam keseharian, ia juga bergaul dengan teman-teman sekolah tanpa ada pembedaan atau pengawalan dari Keraton.

Sebelum kemerdekaan tahun 1945, ide tentang demokrasi sudah dikenal Dorodjatun, terutama saat harus berunding dengan pemerintahan kolonial Belanda yang diwakili Gubernur Jenderal L Adam. Misalnya, dalam memutuskan soal Dewan Penasihat.

Adam pada tahun 1940 mengusulkan agar separuh anggota ditunjuk Gubernur Belanda dan sisanya ditunjuk Sultan. Usul ini ditolak Dorodjatun dan dia mengusulkan tandingan, yaitu diadakan Dewan Penasihat yang semua anggotanya dipilih rakyat secara langsung dan mereka harus mempunyai kebebasan berbicara sebagai wakil rakyat.

Sejarawan PJ Suwarno dalam disertasinya, Hamengku Buwono IX dan Sistem Birokrasi Pemerintahan Yogyakarta 1942-1974, menyatakan, secara lugas Dorodjatun (HB IX) mengemukakan pemikirannya tentang demokrasi yang memberikan keleluasaan kepada wakil rakyat berbicara menyuarakan kepentingan rakyat yang diwakilinya.

Reformasi birokrasi yang dilakukan HB IX dalam pemerintahannya merupakan tambahan bukti betapa kekuasaan yang dimiliki Dorodjatun semata-mata untuk kesejahteraan rakyat. Salah satu yang utama secara internal dalam kerajaannya, ia menghapus kedudukan Pepatih Dalem agar dapat langsung berkomunikasi dengan rakyat tanpa melalui perantara. Lembaga Pepatih Dalem ada sejak HB I. Pada tanggal 14 Juli 1945 Dorodjatun menghapus lembaga Pepatih Dalem agar semakin dekat dengan rakyatnya.

Pembaruan pemerintahan lain yang dilakukan HB IX adalah mengajarkan kepada rakyatnya untuk hidup secara demokratis. Sultan mengeluarkan Maklumat No 7/1945 tentang Pembentukan Perwakilan Rakyat Kalurahan yang diyatakan mulai berlaku pada tanggal 6 Desember 1945. Maklumat ini memerintahkan supaya di setiap kalurahan di DIY dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Kalurahan (Dewan Kalurahan).

Alasan Sultan mengeluarkan maklumat itu untuk menampung hasrat dan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat yang diatur oleh UUD 1945.

Memang aneh kalau ada presiden yang mempermasalahkan tidak boleh ada sistem monarki yang bertabrakan dengan demokrasi di Yogyakarta. Sejarah mencatat, jauh sebelum Indonesia mengenal demokrasi, Kasultanan Yogyakarta sudah melakukan reformasi birokrasi dan demokratisasi.

Dihantam Tsunami, Gereja Cuma Bergeser

Dihantam Tsunami, Gereja Cuma Bergeser
AP Photo/Achmad Ibrahim
Tsunami meratakan segala yang tegak di sebagian Pulai Pagai, Sumatera Barat, kecuali surau kecil di kawasan tepi pantai ini.
JAKARTA, KOMPAS.com — Sebuah fenomena unik yang terjadi ditemukan oleh tim peneliti Indonesia-Jerman ketika menyusuri wilayah Mentawai untuk melakukan studi pascatsunami. Salah satunya adalah sebuah bangunan gereja yang tidak hancur dihantam gelombang.

"Ada sebuah bangunan gereja yang tidak hancur, tetapi hanya bergeser," ungkap Widjo Kongko, ketua tim peneliti dalam proyek tersebut, di Jakarta, Selasa (30/11/2010). Bagian bawah gereja yang merupakan fondasi sedikit terangkat, tetapi tetap berada pada posisi yang sama. Namun, bagian tembok dan atap yang terbuat dari kayu bergeser sejauh 1,5 meter.

Widjo mengungkapkan, bangunan gereja tersebut terletak pada jarak 100 hingga 200 meter dari pantai. Sementara ketinggian wilayah tempat bangunan gereja itu berdiri adalah 2-3,5 meter di atas permukaan laut.

Ditanya apakah bangunan tersebut bisa menjadi contoh model bangunan tahan tsunami, Widjo mengungkapkan, "Saya kira, ini terjadi karena bangunan terletak agak jauh dari pantai. Kalau terletak di dekat pantai, bangunan ini pasti akan hancur," katanya.
Sebelumnya, dilaporkan juga bahwa ada bangunan surau yang tidak hancur dihantam tsunami. Bangunan tersebut masih berdiri tegak meski di sekitarnya disapu gelombang.

Lebih lanjut, jika memang ada bangunan yang bisa dikatakan tahan tsunami, ia mengatakan masih perlu kajian lebih lanjut pada hal tersebut. Namun, jika ada bangunan tahan gempa, apa memang ada ya bangunan yang bisa dikatakan tahan tsunami?
Foto saya
Dari Kupang, NTT ke Surabaya, lanjut ke Jawa Tengah, lanjut ke Sumatera Utara (lewat Lampung, Bengkulu, Padang, hingga tiba di Tapanuli Selatan lalu Tapanuli Tengah). Di Sumatera Utara, telah mengunjungi Medan dan mengelilingi semua kabupaten hingga ke Riau, dan Dumai. Dari Sumatera Utara ke Jakarta, Tangerang dan Jogja. Sejak keluar dari NTT tahun 2000-2008 berkeliling Indonesia. Tahun 2008-2010 saat ini, sedang berdomisili di Kamboja. Semua tempat tersebut diatas dikunjungi dalam rangkaian perjalanan melayani TUHAN.