PRAY FOR THE NATION

Indonesia:

Kamis lalu (2/12) Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) dengan tegas telah menginstruksikan dan menjamin anggotanya juga kepada masyarakat Kristen Mentawai untuk segera membangun hunian sementara sebelum Natal tiba (Baca : JK Instruksikan Bangun Hunian Sementara Untuk Rayakan Natal). Apa mau dibilang, kenyataan berbicara beda dilapangan.

Pembangunan hunian itu belum dikerjakan hingga Minggu (5/12). Penyebabnya apalagi kalu bukan terbentur birokrasi pemerintahan.

Hal itu diakui Koordinator Lapangan Posko Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Mentawai Zul Hendri.

Walau begitu, Zul menegaskan PMI masih melanjutkan penjajakan dengan pemerintah daerah. Zul berharap pemerintah memberikan tanggapan positif agar korban dapat kembali hidup normal.

Semoga saja Presiden peduli dan langsung memerintahkan pembangunan hunian sementara dengan tujuan agar rakyatnya dapat menjalankan dan merayakan hari besar keagamaannya secara kondusif.










Mukjizat Masih Berlangsung





Sunday, 05 April 2009
3 bulan yang lalu, mama terkena  kanker tulang stadium 4 b. Yang artinya sudah stadium akhir dengan  pemeriksaan melalui bone scan (nuklir) dan pemeriksaan darah menunjukkan  adanya sel-sel ganas di luar ambang batas. Scan berhasil  menunjukkan 5 tempat hitam (yang menunjukkan bahwa sudah terkena kanker)  yaitu di pinggul, lutut kanan, tulang punggung, bahu-tangan kanan, dan  tulang tengkorak. Serta beberapa bagian lain yang mulai tampak abu-abu ke hitam.. Sedangkan bagian lain yang belum menyebar, berwarna putih bersih. Keluarga sudah membawa dia ke beberapa dokter ahli tulang,  ahli patologi dan terutama khusus kanker tulang. Semua jawaban  tetap sama: mengingat umurnya yang sudah hampir 75, dan karena tak ada gunanya juga di chemotherapy (karena akan terlalu menyakitkan untuk dia) maka keluarga disarankan untuk merawat dia di rumah saja. Percuma di  rumah sakit, begitu mereka bilang. Perkiraan mereka: 1-3 bulan saja  usianya (kalau dia bisa makan dengan normal) sisanya, tinggal menunggu koma.
Sedangkan, beberapa hari setelah vonis dokter itu, mama mulai  menjerit-jerit kesakitan di tempat-tempat yang memang tampak hitam dalam  scan. Dan sudah sulit sekali untuk makan! Bahkan minum juga. Karena kadang ia tidak mampu lagi menelan. Ini tidak heran kata dokter,  mengingat penyebarannya sudah sampai tulang punggung dan  tengkorak? Dokter-dokter hanya memberi morfin, karena memang kata mereka  sakitnya tidak tertahankan.
Seorang teman kakak yang lebih muda, ternyata baru saja meninggal karena kanker tulang dan itu pun hanya  terdapat di lutut kirinya. Ia berobat di Singapore , tanpa hasil malah  semakin parah. Teman yang lain pun menyatakan bahwa orangtuanya setelah  dibawa ke  Amerika pun hanya diberikan morfin sebagai pain killer. Keluarga semakin bingung, sedangkan melihat penderitaanya pun rekan-rekan yang menengok pasti menangis. Apalagi kita,  anak-anaknya?
Suatu kali, mama dalam jeritan kesakitannya minta dibaptis. Ia minta ijin pada satu kakak saya yang kebetulan sama beragama  Kong Hu Chu dengan mama. (Yang lain sudah menjadi Kristen atau Katolik)
Mama minta cepat-cepat di baptis karena dia sudah tidak tahan  lagi dengan kesakitannya dan beliau juga bilang, takut waktunya sudah  tidak ada lagi.
Koko saya menangis. Dan akhirnya  menyetujui. Memang, beberapa waktu sebelumnya, mama pernah bilang  ingin minta dibaptis secara katolik. Diakon datang, untuk menyakan, apakah ini keinginan sendiri atau terpaksa. Mama sudah menjawab, bukan. Ia memang ingin dibaptis sendiri.
Akhirnya besok paginya ia  dibaptis (kira-kira 2,5 bulan dari sekarang). Pastor sekaligus memberikan sakramen perminyakan. Pada saat ia dibaptis pun sudah dalam keadaan  antara sadar dan tidak. Yang anehnya, 3 jam setelah dibaptis, ia bisa  tiba-tiba bangun sendiri dan berteriak memanggil anak-anaknya. Namun  setelah itu, ia kembali terkulai dan kondisinya semakin  memburuk.

(bergeser/bergerak sedikit saja ia sudah tidak mampu karena sakitnya!)
Keanehan lain, dua hari berturut-turut setelah baptis, ia minta  komuni. Padahal mama tidak pernah mengerti apa itu komuni! Setiap  satu minggu sekali ada Diakon yang datang untuk memberikan komuni. Setelah 3-4 kali komuni, kondisi kesehatannya membaik. Ditandai dengan kemampuannya untuk bergerak dan makan.
Beliau juga sudah tidak lagi menjerit-jerit kesakitan. Kami  merasa heran, bahkan dokter yang memeriksanya pun berdecak kagum.
Karena dengan demikian, mama sama sekali tanpa  pengobatan. Segala selang infus untuk makanan yang tadinya ia pakai,  sekarang tidak terpakai.

Bahkan, sebelumnya kami sudah menyiapkan  oksigen, karena mama sebelumnya sudah mulai sulit bernafas. Kami heran, semua tak percaya. Dokter mengatakan, tak ada penjelasan logis atas semua ini.
Kami sudah tak sabar untuk melihat hasil bone scan  lagi mid-November ini (karena hanya boleh dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan) untuk mengetahui apa yang terjadi. 2 minggu yang lalu, seorang kerabat yang melihat kondisi mama membaik, dia menyatakan ketidak percayaannya.
Ia minta maaf karena dengan mengatakan ini ia sudah  menyinggung kami yang kristen/katolik, tapi ia berkata, tak percaya  dengan yang namanya mujizat! Mujizat itu tidak ada, yang ada hanyalah....  mungkin, kesalahan diagnosa.
Koko saya yang beragama Kong Hu Chu pun malah mendukung kita, bahwa tidak mungkin ada salah diagnosa. Ada bukti ilmiah tentang sakitnya dari bone scan dan test darah! Bahkan dia pun berpikir, ini keajaiban.
Sampai mid November kemarin, kami  tidak bisa berkata apa-apa. Karena sejak semula, anak-anaknya pun hanya berdoa dengan pasrah pada kehendak Tuhan dan mohon dengan kemurahan hatiNya, mama tidak menjerit-jerit kesakitan lagi, itu pun sudah cukup. Tapi melihat beliau mulai berjalan lagi...bahkan mulai mau ke  dapur memasak lagi....amazing!
Hasil bone scan  keluar. Dokter yang memeriksanya pun terperangah dan bertanya, obat apa yang kita berikan kepada mama.

Karena seandainya di chemo pun,  kondisi mama tidak mungkin sebaik dan secepat ini, mengingat  usianya.
Yesus yang luar biasa, menunujukkan  kemuliaanNYa. Saat kami bilang mama tidak diobati. Dokter tersebut  (yang kebetulan beragama Muslim) berkata bahwa ini mustahil. Ini keajaiban. Karena scan menunjukkan, hitam di 5 tempat sebelumnya  sekarang hanya tinggal 1, yaitu tinggal yang di tulang panggul! Koko saya bertanya, selanjutnya pengobatan apa yang harus kita lakukan untuk beliau?
Dokter cuma menjawab, 'Ya tidak ada! Lanjutkan saja apa yang kalian lakukan selama ini. Yang kalian lakukan hanya berdoa kan? Jangan berhenti berdoa kalau begitu. Karena ini  keajaiban!'
Tidak puas dengan pernyataan dokter ini, koko memeriksa  hasil kepada dokter patologi lain. Dia pun menyatakan ketidak  percayaannya dengan kagum. 'Ini mujizat!' katanya. (rupanya ia  katolik/kristen) Baru koko saya pun percaya.
This is  miracle. Buat saya sendiri, ini tidak dapat diungkapkan dengan  kata-kata. Karena tadinya, cukup buat saya tidak melihat beliau menjerit-jerit kesakitan, ternyata Yesus memberi lebih dari yang kami semua, anak-anaknya harapkan. Sebab sebelumnya kami semua sudah rela,  menerima bahwa ia dipanggil Tuhan, daripada ia menahan kesakitan yang  luar biasa. Kami pun mengerti, bahwa kami tidak berharap pada sesuatu  yang muluk-muluk... tapi seandainya suatu saat mama dipanggil nanti, mama  sudah digunakan Tuhan sebagai alat untuk menunjukkan, bahwa apa yang  mustahil bagi manusia, tak ada yang mustahil bagi Dia. Tak ada  obat yang lebih kuasa dari pada Yesus, Anak Domba Allah  itu sendiri.
Saya merasa tidak baik untuk menyimpan kesaksian  kemuliaan Tuhan ini untuk keluarga sendiri saja.

Saya berharap,  dengan Kemuliaan Tuhan ini, dapat menjadi inspirasi iman dan pengarapan buat semua orang yang saya kenal.
Ada ucapan Rm Yohanes di bukunya  yang amat saya sukai : Kesembuhan fisik hanyalah sarana.... untuk menuju  Tuhan, karena pada dasarnya setiap orang harus meninggal..

Allah Membuat Kami Berani






Kisah Dari Negeri Bangladesh.

Sekelompok kecil orang percaya berjalan menuju bagian dalam hutan-hutan Bangladesh mencari tempat berteduh, beristirahat. Beberapa dari mereka berdarah-darah, lebam dan kelaparan. Banyak dari mereka diserang dan diusir keluarga dari desa-desa mereka. Mereka telah kehilangan segalanya, walaupun demikian mereka menemukan lebih banyak sukacita dan hidup kekal dalam kristus.

Ketika orang-orang percaya yang berani ini melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan diri, suatu jaringan orang-orang Kristen Bangladesh secara diam-diam mencari mereka dan membawa mereka ke  tempat pengungsian yang aman dimana mereka ke tempat pengungsian yang aman dimana mereka mendapatkan pengobatan, istirahat, kelas Alkitab dan mungkin pelatihan-pelatihan. Setelah beberapa bulan, orang-orang percaya ini akan kembali ke daerah-daerah yang menentang Kekristenan, disegarkan dan siap untuk menjangkau yang terhilang bagi Yesus.

KDP pergi mengunjungi orang-orang Kristen seperti mereka dalam persembunyiannya, untuk menguatkan dan mencari cara baru untuk menolong mereka. Kami mendengar saat mereka menceritakan kisah mereka dan kami dikuatkan saat salah seorang dari mereka mengatakan kepada kami, “Allah membuat kami berani.” Sekarang kami membagikan kisah mereka dengan Anda.

Di Dalam Dekapan Yesus
Kami duduk bersama “Aban” dan “Momina” di kursi plastik putih, sebuah kipas menghembuskan angin di dalam ruangan yang panas mencekik. Anak-anak mereka menunggu dekat mereka, memerhatikan kami dengan mata mereka yang lebar kecoklatan. Aban berbicara dengan suara yang pelan, menceritakan bagaimana ia menemukan Yesus.

Aban mengalami kekosongan yang lama di dalam iman “Agama lainnya”, tetapi ia tidak tahu bagaimana mengisi kekosongan itu sampai suatu hari ketika seorang pemberita kabar sukacita memberikan kepadanya sebuah buku yang berjudul “Domba Yang Hilang.” Buku itu bercerita mengenai bagaimana Allah sang Bapa mencari dombaNya yang hilang, orang-orang “Agama lain”. Gambaran Allah sang Gembala berjalan melalui tempat-tempat yang sepi dan mencari seekor domba yang hilang, terngiang dalam pikiran Aban. Ia dengan sepenuh hati mempersembahkan hidupnya kepada Kristus.

Keluarga besar Aban menghina imannya dan mencapnya “kambing hitam,” yang telah mengotori keputihan atau kesucian dedikasi keluarga pada “Agama lain”. Ketika ditanya mengapa seorang “Agama lain” sebaiknya menjadi Kristen, Aban menjawab, “Sebagai orang Kristen kamu mungkin mengalami kesulitan-kesulitan, tetapi itu sebanding dengan keselamatan jiwamu.” Selama ia berkhotbah, banyak orang-orang menerima Kristus. Walaupun demikian tidak semua mau mendengarkan Injil – Aban telah diusir keluar dari desa-desa sebanyak 22 kali di waktu yang berbeda.

Walaupun istri Aban yang “Agama lain” untuk sementara menerima iman barunya, tetapi akhirnya istrinya menyerah karena tekanan dari teman-teman dan keluarga untuk kembali kepada “Agama lain” dan menceraikan Aban. Aban tetap setia kepada panggilannya, mengunjungi dari satu desa ke desa yang lain. Ia selalu bertanya kepada setiap orang yang ia temui, “Pernahkah kamu mendengar mengenai Yesus … Seorang yang berkuasa? Kita dapat menemukanNya di dalam kitab suci kita. Jika kamu bersedia, aku akan meneruskan dan menceritakan lebih lagi tentang Dia.” Ia menceritakan pengalaman pribadinya bersama Kristus dan membagikan buku-buku, traktat-traktat dan Alkitab.

Seorang yang menerima buku dari Aban adalah Momina. Sekarang, Momina adalah istri Aban, ia menceritakan kepada kami bagaimana sebagai seorang gadis muda, ia telah memperoleh semua hal yang ia butuhkan: seorang suami, keluarga yang indah dan pekerjaan yang menjanjikan. Aban bertemu dengannya tepat setelah kehidupan bahagianya berantakan.

Aban melihat Momina, sedang menangis di rumah. Sambil meneteskan air mata, Momina berkata kepadanya, “Ayahku sedang sakit dan suamiku menceraikan aku. Bagaimana aku dapat bertahan?” Aban menawarkan kepadanya sebuah Alkitab.

Momina dengan segera menerima Alkitab tersebut, dan akhirnya ia memutuskan untuk mengikut Kristus. Beberapa anggota keluarga dan teman marah. Mereka mulai menanyakan mengapa keluarganya masih terus memberi “orang murtad ini” tempat untuk tinggal.

Suatu hari ketika Momina bermain-main dengan anak perempuannya yang berumur 8 tahun di teras rumah, saudara laki-lakinya menghampirinya dalam keadaan naik pitam, menyerangnya berkali-kali dengan tongkat bambu yang tebal, mematahkan tulang rusuknya. Anak perempuannya terlempar dari pelukannya saat ia jatuh pingsan. Momina tersentak bangun oleh dinginnya siraman air di wajahnya dan lebih banyak pukulan. Sepupunya memukulinya dengan sebuah tongkat. “Kami mendidikmu,” katanya. “Kamu punya otak dan pikiran. Lalu mengapa kamu pergi dan menjadi orang Kristen? Kamu perempuan jalang.”

Selama satu bulan kemudian saat Momina terbaring memulihkan kondisinya, polisi desa mengunjungi kedua orang tuanya. “Kamu harus melakukan sesuatu mengenai anak perempuan Kristenmu,” kata mereka. “Jika kamu tidak bertindak, kami akan memenjarakanmu dan menyiksamu.” Para tetangga menyarankan kedua orang tuanya untuk meracuni Momina hingga mati.

Menghadapi tekanan dari semua pihak, kedua orang tuanya mengusirnya keluar dari rumah, bersama dengan anak perempuannya dan anak perempuan adobsinya yang berumur 3 tahun. Ketika ia pergi, saudara-saudara  laki-lakinya memperingatkan dia, “Kami tidak mengijinkan kamu kembali lagi ke sini. Jika kamu masih tertahan, kami akan menyerangmu, dan meracunimu dan kamu akan mati.”

Dengan tidak ada seorangpun yang dapat menjadi tempat curahan hatinya, ia meminta Aban jika Aban mau menikahinya dan menjaganya dan kedua anak perempuannya. Aban setuju dan mereka menjadi sebuah keluarga. Allah mulai menganyam dua individu yang terbuang ini menjadi satu permadani yang indah dipandang.

Karena banyak orang tahu bahwa Aban adalah seorang penginjil, mereka terus berpindah dari satu desa ke desa lainnya karena kemarahan orang-orang. Di suatu tempat dimana mereka tinggal, sang tuan tanah mengacungkan golok dan berkata kepada Momina, “Jika kamu tidak pergi, aku akan mencincang tubuhmu dan membuangnya ke selokan.” Kemudian, ketika Momina mengunjungi kedua orang tuanya, orang-orang desa yang marah membakar rumah mereka.

Sekarang Aban, sang gembala sedang mencari domba yang hilang, bepergian ke berbagai desa membagikan Firman Tuhan. Ketika kedua anak perempuan Momina merindukan ayah mereka, Momina menghibur mereka, dengan berkata, “Kita mengasihi Yesus, oleh karena itu ayah kalian pergi memberitakan kepada orang lain untuk mengasihi Yesus.“ Kadang-kadang, Momina berpegian bersama Aban, membawa anak-anak perempuannya. Ketika Aban bersaksi dengan yang pria, Momina bersaksi kepada yang wanita.

Ketika kami sedang berbicara dengan Aban dan Momina, Momina duduk tidak tenang di kursinya. Ia masih merasakan sakit pada  tulang rusuknya yang retak, yang mana tidak ana pernah pulih setelah penyerangan yang dia alami empat tahun yang lalu. Kami berdoa bersama dengannya, dan ia dalam perawatan seorang dokter Kristen. Kami juga sedang membantu Aban dan Momina membeli sepetak tanah yang mana diatasnya akan didirikan sebuah rumah sederhana. Kedua roang ini, yang sangat menderita karena mengikut Kristus, mempunyai kasih yang tulus bagi mereka yang menyakiti mereka dan hasrat yang membara untuk mempersaksikan injil pada orang-orang di negara mereka. Ketika Momina berkata kepada kami, “Allah membuat kami berani. Yesus telah banyak menderita, maka aku juga perlu menderita di dalam hidup ini.”

Source:
The Voice Of The Martyrs
Kasih Dalam Perbuatan Edisi Maret – April 2008
Founder: Richard Wurmbrand

From the heart of a Muslim - Tawfik Hamid

"I am a Muslim by faith.... a Christian by spirit....a Jew by heart....and above all I am a human being."
Dr. Tawfik Hamid. Dr. Hamid is an Egyptian scholar and author

I was born a Muslim and lived all my life as a follower of Islam
After the barbaric terrorist attacks done by the hands of my fellow Muslims everywhere on this globe, and after the too many violent acts by Islamists in many parts of  the world, I feel responsible as a Muslim and as a human being, to speak out and tell the truth to protect the world and Muslims as well from a coming catastrophe and war of civilizations.
I  have to admit that our current Islamic teaching creates violence and hatred toward Non-Muslims. We Muslims are the ones who need to change. Until now we have accepted polygamy, the beating of women by men, and killing those who convert from Islam to other religions.
We have never had a clear and strong stand against the concept of slavery or wars, to spread our religion and to subjugate others to Islam and force them to pay a humiliating tax called Jizia. We ask others to respect our religion while all the time we curse non-Muslims loudly (in Arabic) in our Friday prayers in the Mosques.
What message do we convey to our children when we call the Jews "Descendants of the pigs and monkeys".. Is this a message of love and peace, or a message of hate?
I have been into churches and synagogues where they were praying for Muslims. While all the time we curse them, and teach our generations to call them infidels, and to hate them.
We immediately jump in a 'knee jerk reflex' to defend Prophet Mohammad when someone accuses him of being a pedophilewhile, at the same time, we are proud with the story in our Islamic books, that he married a young girl seven years old (Aisha) when he was above 50 years old.
I am sad to say that many,  if not most of us, rejoiced in happiness after September 11th and after many other terror attacks.
Muslims denounce these attacks to look good in front of the media, but we condone the Islamic terrorists and sympathise with their cause.  Till now our 'reputable' top religious authorities have never issued a Fatwa or religious statement to proclaim Bin Laden as an apostate, while an author, like Rushdie, was declared an apostate who should be killed according to Islamic Shariia law just for writing a book criticizing Islam.
Muslims demonstrated to get more religious rights as we did in France to stop the ban on the Hejab (Head Scarf), while we did not demonstrate with such passion and in such numbers against the terrorist murders.
It is our absolute silence against the terrorists that gives the energy to these terrorists to continue doing their evil acts.  We Muslims need to stop blaming our problems on others or on the Israeli/Palestinian conflict. As a matter of honesty, Israel is the only light of democracy, civilization, and human rights in the whole Middle East .
We kicked out the Jews with no compensation or mercy from most of the Arab countries to make them "Jews-Free countries" while Israel accepted more than a million Arabs to live there, have its nationality, and enjoy their rights as human beings. In Israel , women can not be beaten legally by men, and any person can change his/her belief system with no fear of being killed by the Islamic law of 'Apostasy,' while in our Islamic world people do not enjoy any of these rights.  I agree that the 'Palestinians' suffer, but they suffer because of their corrupt leaders and not because of Israel .
It is not common to see Arabs who live in Israel leaving to live in the Arab world. On the other hand, we used to see thousands of Palestinians going to work with happiness in Israel , its 'enemy'. If Israel treats Arabs badly as some people claim, surely we would have seen the opposite happening.
We Muslims need to admit our problems and face them. Only then we can treat them and start a new era to live in harmony with human mankind.  Our religious leaders have to show a clear and very strong stand against polygamy, pedophilia, slavery, killing those who convert from Islam to other  religions, beating of women by men, and declaring wars on  non-Muslims to spread Islam.
Then, and only then, do we have the right to ask others to respect our religion. The time has come to stop our hypocrisy and say it openly: 'We Muslims have to Change'. 

Tawfik Hamid  
http://www.tawfikhamid.com/

Saya Benci Orang Kristen

Saya benci orang Kristen - Padahal sejak TK, SD, SMP, SMA, saya sekolah di sekolah Khatolik dan Kristen. Jadi saya sangat familiar dengan nama Yesus, Alkitab, Natal, Paskah, dan hal-hal berbau Kristen Khatolik.
Latar belakang keluarga saya adalah penganut aliran Buddhis, atau Kong Hu Chu, pokoknya tradisi cina. Buat keluarga saya, nama Yesus itu nggak ada arti apa-apanya. Bahkan cenderung mengganggu.
Satu-satunya alasan ortu saya sekolahin saya di situ adalah karena mutu sekolah Kristen Khatolik lebih bagus (katanya). Well, ini relatif. Yang pasti sih uang sekolah lebih mahal.
Waktu SMP, saya ingat teman akrab saya mulai mengajak saya sekolah minggu di sebuah gereja di ketapang.

Saya tidak menolak karena:
1. Dia teman baik saya
2. Saya berpikir ke gereja menyenangkan karena bisa belajar nyanyi dan dapat banyak teman. Bagaimanapun saya sendirian di rumah (adik masih kecil) dan tidak ada teman.
Jadilah setiap hari minggu pagi, teman baik saya itu (dengan papa dan mama dan adiknya) menjemput saya dan mengantar saya pulang. Luar biasa bukan?
Tapi pada kenyataannya saya jadi membenci gereja dan isinya karena:
Anak sekolah minggu tidak ada ramah-ramahnya sama sekali sama saya. Mereka sudah "nge-gank" sendiri dan tidak peduli ada satu "new-comer" yang kebingungan. Saya lebih dikenal sebagai "buntut" nya temen saya. Sungguh tidak menyenangkan! Menurut mereka adalah hal yang "tabu" mendengar ortu saya masih buddha, dan saya merasa terhakimi dengan pandangan mata mereka. (Seolah-olah memiliki ortu bukan kristen itu suatu dosa besar dan memalukan. Hmmm....)

Saya bingung melihat anak sekolah minggu yang katanya belajar firman Tuhan tapi kok malah ngecengin cewek, berisik saat guru sekolah minggu nerangin sesuatu, cuek, berantakan.... (image saya tentang gereja cukup tinggi saat itu. Bukankah justru orang di luar gereja punya image lebih tinggi dari penghuninya?). Jadi saya berpikir untuk apa ke gereja kalau bukan jadi makin baik malah jadi kayak mereka! No way! Mereka tidak lebih baik daripada saya! Ada hak apa mereka berbicara tentang bagaimana seharusnya kita hidup kalau hidup mereka sendiri lebih tidak karuan dibanding saya? (Saya selalu juara kelas dan anak teladan di sekolah. Jadi bisa dimengerti kan standar hidup saya saat itu?)
Pada suatu hari teman saya berkata: "Mengapa ortu mu menyembah patung? Itu kan perbuatan bodoh!" dan untuk suatu alasan yang tidak jelas, saya sangat-sangat tersinggung mendengar ortu saya dikatakan bodoh. Padahal biasanya juga saya tidak perduli dengan patung-patung mereka. Hehehe...
Semenjak itu saya berhenti sekolah minggu dan saya benci orang kristen. Oh, saya tetap bersahabat dengan teman saya itu, tapi saya tidak pernah lagi mau menginjakkan kaki saya di gereja! Gereja menjadi tempat yang paling menyebalkan buat saya!

SMA Yang Penuh Dengan Orang Kristen
Kalau semenjak TK sampai SMP saya ikut sekolah Khatolik, maka SMA saya memutuskan untuk berganti suasana dengan Protestan. Paling tidak saya tidak harus berdoa rosario, begitu pikir saya.
Meskipun banyak orang kristen (80%), tetapi herannya tidak ada satu orangpun yang pernah mengabarkan injil kepada saya. Hebat yah? Hehehe... semua penuh toleransi terhadap agama lain, dan paling-paling ada sedikit perdebatan (yang tidak pernah ada konklusi) tentang Kristen dan Khatolik kalau sedang pelajaran agama. Tapi di luar itu, aman. Tidak ada yang pernah memberi tahu saya bahwa hidup adalah bukan hidup tanpa Tuhan Yesus.
Benar-benar tiga tahun saya sekolah, sungguh tidak ada satu orangpun yang mengabari saya injil! Dan saya tidak pernah ke gereja lagi kecuali acara sekolah mengharuskan saya ke gereja. Saya punya alkitab hasil dari dulu sekolah minggu. Itupun saya beli yang paling kecil. Dan penuh dengan coretan bukan karena saya rajin baca allkitab, karena ada ulangan agama! Hahaha...

Saya benci masa SMA saya. Banyak masalah di sini. Persahabatan yang retak karena cowok, tidak ada teman karena untuk mereka saya terlalu "kolot" dan "aneh" dan "kuper" (thanks untuk didikan keluarga Cina yang lumayan tertutup), hidup yang penuh rutinitas,... aduh, nggak ada enak-enaknya deh. Mana ortu saya sangat menjunjung tinggi pendidikan (seperti orang tua chinese pada umumnya) dan menaruh harapan tinggi pada saya. Saya sangat sayang ortu, saya tahu hidup mereka dulu sangat susah, dan mereka selalu memberikan yang terbaik untuk anak. Akibatnya saya jadi stress dan berusaha tidak mengecewakan mereka dengan belajar segiat-giatnya.... Saya selalu ranking satu, tapi somehow itu tidak pernah cukup untuk orangtua saya... atau saya sendiri. Somehow, saya sungguh tidak tahu untuk apa saya hidup.
"Saulus" Muda
Waktu kuliah, sikap ekstrim saya mulai keluar. Pokoknya setiap ada orang kristen yang cukup "aktif" ngomongin Tuhan, langsung saya babat habis dengan pertanyaan-pertanyaan aneh bin ajaib yang mereka tidak bisa jawab. Bahkan terkadang mereka sampai-sampai ikutan bingung dan jadi meragukan kepercayaan mereka. Hehehe... atau saya akan super kritis sama tindakan mereka sehari-hari. Karena menurut saya kalau kamu berani ngomongin kasih, kejujuran, dll itu, kamu juga harus bisa donk hidup seperti yang kamu omongin. Munafik namanya kalo nggak.

Orang Kristen Takut Sama Saya.
Belakangan saya baru tahu pertanyaan-pertanyaan ekstrim tersebut muncul dari kerinduan hati saya yang ingin tahu: Tuhan yang mana sih yang bener? Kalo Tuhan-nya orang Kristen yang paling bener (seperti yang mereka bilang), kenapa mereka ditanyain gitu aja nggak bisa jawab? Atau kenapa sikap dan tingkah laku mereka malah lebih bobrok dari kita-kita yang nggak Kristen? Sama aja bohong donk? Ortu saya juga nyembah Buddha, tapi ditanyain apa-apa nggak pernah ngerti! Hahahaha.... Malah mereka lebih punya kasih dan jujur daripada mereka yang ngakunya Kristen (banyak pedagang kristen yang suka nipu ortu saya). Apa bedanya jadi Buddha sama jadi Kristen kalo gitu?
Malah ada satu teman saya yang Kristen dari lahir dan aktif di gereja tapi malah ikut-ikutan nanya-nanya tentang kekristenan dengan nada menuduh dan menghakimi bareng-bareng saya! Hahaha... kocak banget deh. Image saya tentang kristen jadi makin jelek aja. Well, teman-teman sepermainan saya kebanyakan Kristen dan Khatolik. Tapi mereka juga cukup cinta damai. Yah, ada beberapa Kristen KTP di situ, jadi tidak heranlah. Yang bikin saya protes di kemudian hari adalah keberadaan temen saya yang lahir baru tapi tidak pernah menginjili saya! Wah, saya marah-marah sama dia belakangan,"Tega lo ya tahu gue mau ke neraka tapi nggak pernah ngomongin Yesus?" (padahal kalo diomongin marah-marah waktu itu. Hehehe....)

Tapi Jalan Tuhan Memang Unik.
Ada satu cowok naksir saya dan dia Kristen. Dia tahu saya bukan Kristen jadi demi boleh berpacaran dengan saya, dia jadi rajin ngasih traktat, menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang ekstrim-ekstrim dengan sabar, dan kalaupun dia tidak bisa menjawab, saya sangat jengkel dengan ucapannya,"Aku nggak bisa ngejelasin, tapi yang penting aku percayanya seperti itu." Benar-benar menyebalkan. Ego saya membuat saya pingin dia menyerah atas pertanyaan saya, tapi dia nggak tuh! Tapi paling tidak traktat-traktat yang dia kasih saya bacain semuanya. Sampai sekarang masih saya simpan meskipun banyak yang sudah saya kasih orang. Bukan untuk mengingat cowok itu, tapi mengingat jalan Tuhan yang unik dan lucu.
Saat saya kuliah tingkat pertama, ada pelajaran agama. Dan saya memilih Kristen karena orang-orang berkata itu mata pelajaran paling gampang lulus, dan dosen-dosennya murah nilai. Guess what, tugas pertama adalah kami harus mencatat khotbah pak pendeta dari gereja anda masing-masing selama sebulan dan menyerahkannya kepada dosen kami sebagai tugas kulikuler. Tentu saja saya kalang kabut karena saya adalah "penyeludup" dan boro-boro punya gereja! Saya benci gereja! Untunglah teman dekat saya yang kristen mau mengajak saya ke gereja bersama dia. Jadi setiap minggu, papa saya harus saya paksa bangun pagi (karena saya tidak bisa nyetir) untuk mengantar saya ke rumah teman saya itu, dan dari sana kami ke gereja,... dan kudhu harus, tidak bisa tidak: mendengarkan dengan teliti karena kita harus mencatat khotbah! Hah! Take that! Apakah menurut teman-teman Tuhan kita itu tidak iseng?

Tapi Ini Hhanya Berlangsung Sebulan.
Suatu kali ada dosen yang dengan ramahnya minta sogokan, kalau tidak sekelas tidak lulus! Jadilah kami mengumpulkan uang untuk dosen itu... kecuali beberapa orang kristen "fanatik" dari teman sepermainan saya: cowok yang naksir saya, koko angkat saya, dan satu cewek yang lahir baru (tapi nggak pernah nginjilin saya)! Wah, saya jengkel sekali sama mereka waktu itu! Padahal orang kristen di kelas bukan cuman mereka, kenapa harus mereka yang cari perkara sih? Karena mereka temen sepermainan kami, teman-teman sekelas yang lain juga banyak curhat dan protes sama kita! Apa susahnya bayar Rp 35.000,- doank? Tapi yang jelas mereka tidak mau nyogok meskipun diancam tidak lulus, diancam mencelakakan teman sekelas, meskipun dikucilkan semua orang.... termasuk orang kristen lainnya... Pendek kata mereka tidak mau nyogok! Dan saya menemukan mereka berdoa bersama di suatu sudut ruangan, dan saat itu entah kenapa saya benci melihat sikap mereka, plus iri karena ada orang kok yang bisa begitu kepala batu akan sesuatu. Saat itu saya mulai berpikir: apakah sungguh-sungguh ada sesuatu yang istimewa dari Yesus ini, ataukah mereka hanya sok jadi pahlawan? ...... tapi jujur saya tidak suka dikucilkan satu kelas dan dicemooh dikatakan munafik dst. Saya tidak yakin saya bisa berpegang pada moral saya dan tidak ikutan nyogok....... Mengapa mereka bisa? (Dan pada akhirnya dosen yang minta sogokan itu dipecat sebelum dia sempat memberikan nilai pada kelas kami. Dosen lain ditugaskan memeriksa ulang ulangan kami, dan bukan saja mereka lulus, tapi nilai mereka malah lebih tinggi dari kami semua yang menyogok!)

Mama saya terkena tumor payudara. Meskipun tidak berat, saya waktu itu cukup ketakutan dan entah karena sudah terbiasa berdoa ala Kristen Khatolik atau karena alasan lain, yang jelas saya berdoa pada Tuhan Yesus sepanjang malam...dan operasinya berhasil. Tetapi seperti kebanyakan orang, saya dengan cepat melupakan "jasa" Tuhan dan kembali pada jalan saya semula.
Adik saya yang cewek mulai les fisika, kimia, dsb. Dan berhubung cicinya adalah anak sos yang meskipun dapat 9 untuk biologi tapi sangat benci fisika dan hampir meledakkan lab kimia karena salah mencampur cairan, maka dia mulai les. .... Dan guru les nya adalah orang kristen yang sangat-sangat-sangat gemar bersaksi tentang Tuhan Yesus. Bisa dibayangkan? Setiap pulang les, dia dengan semangat bercerita tentang keajaiban yang Tuhan buat dalam hidup guru les-nya, yang Tuhan begini lah Tuhan begitulah... anak ABG sangat mudah terpengaruh orang yang dikaguminya, dan nampak jelas dia mengagumi guru les nya itu. Mulailah telinga saya gatal mendengar cerita "kebesaran Tuhan" setiap kali dia pulang les. Anehnya, meskipun saya selalu mencibir dan membantah dan balas mencuci otak adik saya dengan filsafat dunia, diam-diam saya menyimpan dalam hati semua cerita tentang Yesus. Saya mulai tertarik. Sungguh.

Saya Benci Natal
Karena saya selalu kesepian di rumah. Semua teman saya pergi dengan keluarga ke gereja, paling tidak setahun sekali lah bagi mereka yang tidak sungguh-sungguh dalam Tuhan. Termasuk pacar saya. (Oh, bukan dia yang dengan gencar menginjili saya. Saya tidak suka kristen fanatik, yang berusaha mengubah saya jadi kristen sebelum bisa pacaran dengan saya. Jadi saya memilih jadian dengan kristen yang biasa-biasa saja, yang ke gereja setahun sekali, yang tidak punya masalah untuk pacaran dengan orang yang tidak seiman).
Dan saya harus tinggal sendiri di rumah. Menyebalkan!
Saya selalu merasa terkucil dari lingkungan orang-orang kristen. Terutama hari Natal. Sepertinya ada spanduk besar-besar tertulis:"Khusus untuk orang Kristen! Non Kristen dilarang mendekat!" Saya benci sekali Natal.

Is There Really God Up There?
Sebenarnya sejak SMA saya diam-diam suka menangis di ranjang saya tiap tengah malam. Ada satu rasa kosong di hati saya yang sudah tidak bisa saya tahan lagi. Saya tidak tahu siapa saya, saya tidak tahu bagaimana cara menyenangkan hati ortu saya karena nampaknya tidak peduli sekuat apapun usaha saya, mereka tidak pernah puas.... Saya tidak tahu mengapa meskipun saya mengasihi adik-adik saya tapi seringkali kata makian lah yang keluar dari mulut saya....
Apakah benar ada reinkarnasi, apakah benar orang baik pergi ke surga dan orang jahat pergi ke neraka...
Saya seharusnya termasuk orang baik. Saya tidak mencuri, tidak membunuh... yah paling bohong kecil-kecilan tapi itu kan wajar? Bohong putih toh tidak melukai orang.... Tapi mengapa saya merasa tersiksa dan kesepian?
Tiap malam saya menjerit dan bertanya: Mana sih Tuhan yang bener?? Jawab kek! Berdoa pada Kwan Im, Buddha, bahkan kecil pernah belajar ngaji sama pembantu saya (yang langsung dipecat saat itu juga.. hehehe...), doa rosario, Bapa Kami, berusaha baca Alkitab....
Semua saya kerjakan demi mencari "sesuatu" yang hilang dari hati saya itu... tapi tetap dan tetap hati ini kosong. Dan saya putus asa! Dan perasaan putus asa ini keluar menjadi sikap yang skeptis dan menolak kebenaran. Saya membenci apa yang sebenarnya paling saya butuhkan saat itu: Tuhan Yesus.

Allah Mulai Menebar Jaringnya!
"Ci, kalau kita bisa mengerti semua pikiran Tuhan, ya kita aja yang jadi Tuhan! Ivon rasa ada beberapa hal yang memang nggak bisa dijelasin pake kata-kata deh...." Perkataan adik saya itu sungguh menusuk dan membuat saya berpikir. Hmmm.. masuk akal. Logika saya termasuk kuat untuk seorang cewek. Hehehe.. saya tidak akan menerima sesuatu yang tidak masuk di akal saya. (Meskipun di sekolah saya terkenal sebagai "Asisten Dukun" karena kemampuan saya meramal dengan kartu, astrologi, dll.) Sekali lihat orang, saya bisa tahu zodiak dia apa, saya bisa tahu cowok atau cewek yang cocok sama dia yang gimana..... Oh, saya tidak punya ilmu. Hanya sedikit memakai akal dan banyak membaca buku untuk "menipu" dan "mempermainkan" temen-teman yang girang sekali kalau saya mulai "menggelar acara meramal"! Dengan begitu saya bisa sedikit populer. Dan ajaibnya banyak orang kristen datang minta diramal sama saya! (Saya waktu itu mencibir dalam hati. Kalian bilang percaya Tuhan tapi percaya juga pada omong kosong saya?) Dan Allah tahu masalah logika saya ini. Dan Dia membuktikan bahwa diriNya bukan sekedar ilusi, mistis, atau kepercayaan. God does exist.

Dan Dia mulai berbicara.
Sesuatu Tentang Alkitab Yang Tidak Pernah Saya Tahu
Suatu hari adik membawa pulang sebuah buku dengan judul: "Nubuatan Akhir Jaman". Sudah jelas guru les nya yang meminjamkan. Dan beberapa buku lain, tetapi buku itu paling menarik perhatian saya.
Seperti layaknya manusia, kita tertarik dengan hal-hal penuh sensasi. Dan meskipun adik saya belum kristen waktu itu, dia suka mendengar cerita tentang kiamat, akhir jaman, mukjizat, dll.
Saya tentu saja pernah mendengar tentang kiamat. Tetapi tidak pernah sungguh-sungguh mengerti karena kalo kiamat bagaimana ada reinkarnasi dan sebangsanya? Pada akhirnya adik saya tidak pernah membaca buku itu. Dia terlalu malas untuk membacanya....Sayalah yang membacanya. Atau lebih tepatnya mengupasnya dan menyelidikinya.

Dan saya mulai takjub.
Tidak pernah saya lihat satu buku yang bisa menjelaskan fenomena di dunia ini... kecuali buku yang saya baca itu, dengan sumbernya: Alkitab.
Segala tentang perang, penyakit, bencana alam, pecahnya negara-negara, terbentuknya PBB, rencana terbentuknya MEE (oh, saya langsung teringat guru ekonomi SMA saya, orang Batak, pernah berkata bahwa akan tiba saatnya dunia bersatu dan antikris akan muncul,... tentu saja waktu itu saya mendengarnya sambil setengah tidur karena saya tidak perduli dengan semua itu!), dst dst.
Sore itu juga saya pergi ke toko buku kristen dan membeli alkitab yang paling besar, dan mulai menyelidiki buku tersebut dengan seksama. Buku itu ekstrim. Sungguh. Bagi para pecinta damai, tidak akan suka membaca buku ini. Dengan terang-terangan dan tidak sopannya si pengarang membeberkan perbedaan kristen dengan agama lain. Dia menunjukkan persamaan yang terdapat dalam seluruh agama di dunia, kecuali satu yang tampil beda: Kristen. Sombong sekali bukan?
Anehnya saat itu saya tidak lagi tersinggung. Saya tidak lagi peduli. Saya terlalu haus akan kebenaran untuk tersinggung. Saya terlalu takjub melihat nubuatan dalam Alkitab yang satu demi satu tidak pernah gagal terpenuhi... saya mulai melihat kalau Alkitab pun penuh dengan logika, fakta... Alkitab ternyata berhubungan dengan dunia yang sekarang saya tinggali! Mulai saat itu, pandangan saya tentang kristen berubah.

Tindakan Yang Saya Tidak Pernah Pikir Akan Saya Lakukan
Saya memborong buku renungan! Mulai dari Renungan Harian, Dian Kampus, Imamat Rajani, Rajawali... hampir semua renungan yang ada di toko buku kristen itu saya beli! Dan satu hari saya bisa melahap berlembar-lembar renungan. Saya harus tahu lebih tentang Yesus! Dan saya mulai melahap Alkitab. (Peduli saya mengerti atau tidak, saya hanya merasa dorongan bahwa saya harus membacanya!). Empat pasal sehari. Itu wajib. Ditambah buku renungan yang seabrek-abrek.
Dan sungguh, untuk pertama kalinya, saat saya membaca Alkitab dan firman Tuhan di dalamnya, itu bukan lagi tulisan-tulisan mati yang tidak ada arti untuk saya. Pertama kali saya merasakan ditegur, dinasihati, dihibur, dikuatkan (meskipun saya tidak begitu yakin itu Tuhan atau hanya imajinasi saya).... dan terlebih tidak pernah seumur hidup saya, saya menjadi begitu mengerti karakter saya, kejelekan saya, rasa malu saya.... Saya mulai mengenal diri sendiri. Saya mulai merasa Tuhan itu benar-benar ada... Dan saya mulai ingin lebih.
Percaya atau tidak, setelah bertahun-tahun, saya akhirnya dengan keinginan sendiri menginjakkan kaki saya ke sebuah gereja di daerah senen. Tidak ada alasan khusus saya memilih gereja itu. Hanya karena "kebetulan" itulah satu-satunya gereja yang saya tahu karena secara "kebetulan" juga selama sebulan saya pergi ke sana untuk mencatat khotbah. Allah dahsyat bukan?
Dan demi bisa ke gereja itu, (karena papa saya terlalu malas untuk bangun pagi), saya memberanikan diri untuk menyetir kembali! Dulu saya pernah tabrakan dan sempat trauma sehingga tidak pernah lagi semenjak kecelakaan itu saya pegang setir mobil. Kali ini, demi sesuatu yang pernah saya benci sedemikian rupa, saya duduk di belakang setir mobil dan sepanjang jalan berkomat-kamit meminta perlindungan untuk sampai tujuan dengan selamat! (Adik perempuan saya masih bisa tidur dengan santainya di mobil, sampai mama saya dengan terkejut berseru:"Kamu bisa tidur dalam mobil yang disetir cicimu?" Wah, thanks mam untuk kepercayaanmu! Hahaha....) Oh, tidak pernah saya menyetir sampai daerah senen. Hanya sampai rumah teman saya di sunter, dan dari sana kami naik mobilnya ke senen.
Saya bahkan mulai memaksa teman saya yang suka terlambat itu untuk tidak lagi terlambat. Bahkan kalau dia mulai malas ke gereja, saya yang ngeyel supaya dia pergi... masalahnya dia tumpangan saya. Hehehe.... Teman-teman sekelas bingung karena saya yang dulu suka mengkritik Yesus, mulai dengan semangat (dan dengan pengetahuan ala kadarnya) bercerita tentang Yesus. Paling tidak bercerita tentang apa yang saya dapatkan dari buku renungan yang saya baca. Dan koko angkat saya yang cukup kristen dan cinta Tuhan meskipun juga cinta damai menjadi teman sharing saya.
Adik cowok saya ikut heran, mengapa cicinya jadi sibuk mengurusi Yesus? (Tidak yang cewek. Yang cewek ikut saya ke gereja. Seharusnya sih dia menjadi ko-pilot saya selama menyetir... tetapi seperti yang sudah kita lihat... dia tidur dengan pulasnya. Hmmmm...). Dia nampaknya mewarisi "ilmu antikris dan anti Tuhan" hasil cuci-otak dari saya. Hmmm.. hal yang cukup saya sesalkan kemudian. (Pada akhirnya, setelah 6 bulan penuh doa tangis dan puasa, dia bertobat. Puji Tuhan! Mulai sejak itu saya berhati-hati kalau sharing sama orang, terutama hal yang saya sendiri kurang jelas dan kurang mengerti.)
Orang tua mulai cemas karena nampaknya anak sulungnya ini serius dengan gerejanya. Wah, bagaimana kalau nanti kita mati dan tidak ada yang sembahyangin kita? Tapi merekapun tidak bisa mencegah saya ke gereja! ...... Saya masih belum percaya saya melakukan semua itu untuk Yesus!

Allah Mengguncang : Mei 1988
Semua masih ingat tentunya bulan tragis ini. Saya tidak akan pernah lupa. 12 Mei 1998, saya terkurung di kampus Untar, dan menyaksikan dengan mata sendiri tentara kita baku hantam dengan mahasiswa Trisakti. Bahkan banyak mahasiswa Trisakti yang berilndung di kampus Untar.
Saya melihat seseorang yang nampaknya tertembak dan dibawa masuk klinik Untar. Saya merasakan pedihnya gas air mata (padahal itu asli hanya sisa-sisa gas air mata) dan tidak bisa membayangkan bagaimana pedihnya kalau itu bukan sisa-sisa! Untuk pertama kalinya saya, di lantai 8 kampus saya, berdoa dengan orang-orang kristen yang lain. Tentu saja saya paling bodoh sendiri karena tidak tahu apa yang harus saya doakan di sana. Yang saya tahu saya tidak terlalu takut karena pikir saya: mati toh barengan. Hehehe...
Waktu itu koko angkat saya memberi saya Mazmur 91. "Kalau kamu takut, baca saja pasal ini." Pacar saya tidak banyak berbicara. Dan dia juga nampaknya tidak terlalu tahu bagaimana harus berdoa.
(belakangan saya tahu meskipun dia kristen sejak lahir tapi tidak pernah sungguh-sungguh mengenal Tuhan). Dan pada akhirnya, tgl 15 Mei... kekacauan massal. Toko orang tua saya di daerah mangga dua dibakar massa. Tidak ada yang tersisa. Dan untuk pertama kalinya saya melihat orangtua saya menangis di depan anak-anak. Saat itu, baru saya mulai takut.
Terlebih dengan adanya berita-berita pemerkosaan, pembunuhan, perampokan... Orangtua saya dan kakek nenek saya nampaknya punya trauma yang lebih lagi karena mereka melewati cukup banyak waktu di mana peristiwa seperti ini bahkan mereka alami secara pribadi. Karena itu mereka mulai bersiap-siap mengungsi. Kami tidur satu kamar bertumpuk-tumpuk... saya tidur membawa gunting (yang saya pikir-pikir lagi agak-agak bodoh karena apa gunanya gunting kecil dibanding massa kalau mereka menyerbu masuk rumah coba?)...

Keluarga kami mengungsi dari Kelapa Gading ke Pulo Mas (sementara orang-orang Pulo Mas mengungsi ke Kelapa Gading! Hahaha....)
Untuk pertama kalinya saya sadar: tidak ada tempat yang aman. Yang bikin saya sangat stress adalah saat mama saya setengah menangis menjejalkan segepok uang ke dalam kantung baju saya dan memerintahkan saya membawa kedua adik saya mengungsi ke Singapure besok, dengan pesan:"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan papi dan mami, kamu jaga adik-adik kamu yah?" Betapa saya benci jadi anak sulung! Bagaimana mungkin saya bisa menjaga kedua adik saya? Saya belum lulus kuliah! Apa yang bisa saya lakukan untuk menjaga mereka? Tapi saya tidak ingin menambah stress mama saya sehingga saya hanya mengangguk. Mereka menolak pergi ke Singapore. Mereka menyuruh kakek nenek saya yang menemani kami.
Saat itu dunia benar-benar gelap dan error. Saya dan kedua adik saya membaca Mazmur 91 setiap malam dan meskipun itu menenangkan tapi tetap saya cukup stress dengan tanggung jawab yang tiba-tiba saja harus saya emban. Dan saya tidak suka menerima kenyataan bahwa ortu saya tidak akan pergi bersama saya! Sampai satu hari sebelum ke Singapore, entah bagaimana kakek saya nyolong-nyolong keluar dengan mobilnya dan melihat-lihat daerah kelapa gading. Dan pulang-pulang dia membawa sepucuk surat untuk saya.
Saya lupa itu kartu ucapan apa, tapi yang saya ingat, teman yang mengirimkannya menyelipkan satu pembatas buku dengan ayat Alkitab yang menjadi salah satu favorit saya sampai sekarang:
"I can do all things through Him who strengthen me." (Phil 4:13) Dan saat itu untuk pertama kalinya saya mendengar suara Tuhan (bukan audible) dalam hati:"Pergilah ke Singapure. Aku menyertaimu. Jangan takut." Dan segera perasaan tenang menguasai saya. Saya masih cemas, tapi saya tidak lagi stress. Dan tidak pernah lagi saya meragukan bahwa Tuhan itu hidup!

Dikurung di Singapure
Kami berangkat. Bawaan saya yang terpenting adalah Alkitab, dan sebuah buku renungan inggris dengan judul: Everyday with Jesus 365 days. Dan di flat yang disewakan dengan murah oleh teman papa kami di Singapore, saya setiap hari mulai belajar berdoa dan membaca renungan tsb. Saat itu pikiran saya kacau. Saya tidak mengerti bagaimana Tuhan yang mulai saya percayai adalah Tuhan yang baik, yang adil, dst bisa-bisanya membiarkan perkara ini terjadi. Saya punya banyak pertanyaan yang bahkan saya sendiri tidak tahu bagaimana harus menanyakannya! Dan Allah berbicara lewat buku renungan itu.
Buku renungan yang saya beli hanya karena gambar depannya bagus dan terhitung murah untuk buku import, dan tidak pernah saya baca sebelumnya. Dan saya, entah bagaimana, mulai melihat kasih dan keadilan Allah, bahkan lewat peristiwa yang mengerikan itu. Saya mulai mengenal Tuhan dengan lebih dalam. Dan saat itu saya sepenuhnya yakin, tidak ada jalan di luar Yesus. Tidak ada hidup di luar Yesus. Tidak ada pengharapan di luar Yesus. Tidak ada sukacita di luar Yesus. Tidak ada damai di luar Yesus. Di luar Yesus, tidak ada apapun. Di sana, di singapure, di sebuah kamar flat yang sempit, saat kedua adik saya tertidur dengan pulas... saya menemukan Kekasih Jiwa saya. Jaring Allah mendapatkan ikanNya.

Iman Coba-Coba
Tiba saatnya untuk pulang! Tapi masalahnya sekarang, bukan hanya kami berlima yang ingin pulang. Begitu banyak orang indo yang ngungsi yang juga ingin pulang! Dan kami harus menunggu. Dan adik-adik mulai ribut karena mereka akan ketinggalan ujian kalau tidak pulang! Hari itu, kakek saya menolak untuk ke airport. Toh kita juga waiting list. Tidak akan dapat tiket lah! Saya dengan sebal memandang dia karena dia naik pesawat lain dengan kita, dan tiket dia sudah konfirm. Akhirnya kami berhasil memaksa dia untuk mengantar kami ke airport. Dan 60 orang lebih menunggu di waiting list untuk mendapatkan kursi. Astaga!
Kami telah berdoa dengan iman ala kadarnya supaya Tuhan memberi kami tiket. Hei, bagaimanapun Alkitab mengatakan iman sebiji sesawi sudah cukup! (Saat di ruang tunggu itu saya mulai ragu apakah iman saya lebih kecil dari biji sesawi! Hahhaa....) Saat pengurus loket memanggil nama-nama yang berhasil mendapatkan tiket, dengan kecewa kami harus mendapati kenyataan bahwa kami tidak pulang hari itu. Kakek nenek saya dengan segera memberesi koper-koper dan bersiap pulang. Adik cowok saya mencibir dan meskipun dia cukup sopan untuk tidak menghina terang-terangan, saya tahu dia merasa bodoh telah berdoa beberapa hari ini. (Dia ikut berdoa juga. Belakangan setelah bertobat saya baru tahu bahwa saat dia mencibir itu dia menguji Tuhan: "Kalau Engkau beneran ada, kalau kita dapet tiket, aku bakal jadi kristen!" Tentu saja, dia segera lupa akan "jasa" Tuhan itu. ) Tinggal saya dan adik perempuan saya, yang tidak rela meninggalkan lapangan. Saat itu adik saya menggenggam tangan saya erat-erat dan berkata:"Berdoa lagi ci!" Oh? Oke. Toh tidak ada ruginya. Dan dengan takjub saya mendengar petugas loket memanggil nama nenek saya! (yang pada saat itu sudah mencapai pintu keluar) "Maaf, ada kekeliruan. Empat tiket terakhir ini untuk kalian." Can you believe that? Adik saya melompat dan berseru memanggil nenek saya yang dengan tergopoh-gopoh kembali dengan kopornya. Empat tiket terakhir.... Dan entah kekeliruan apa yang dia maksud, tapi yang jelas nama kami tadinya tidak tercantum di sana. Kami semua pulang hari itu!

"Saulus" Itu Telah Menjadi Paulus
Oh, jangan salah sangka. Saya tidak sedang mencoba membandingkan diri saya dengan Paulus. Tapi beberapa teman saya terkadang bergurau dengan mengatakan,"Dulu lu kayak Saulus, kok sekarang jadi Paulus sih?"... dan Puji Tuhan, mereka benar. Saya melihat hidup saya diubahkan Tuhan. Sama seperti Ia mengubah hidup Saulus menjadi Paulus.
Kekosongan di hati saya telah lenyap. Ada Tuhan Yesus di sana. Tidak ada keraguan bahwa Ia lah Tuhan. Dan semenjak dari Singapore, tidak ada satu hari saya tidak bercerita tentang Yesus pada teman-teman saya di kampus dan bahkan dengan berani sedikit memaksa mereka yang beragama lain untuk percaya pada Tuhan saya! Saya mulai mengerti meskipun orang kristen tidak sempurna, mengecewakan, terkadang lebih parah daripada orang yang tidak kenal Tuhan... tetapi Allah nya orang Kristen itu sempurna. Tuhan Yesus sempurna.
Dan orang-orang kristen tidak lebih dari para pembunuh, pemerkosa, pencuri, anak bandel, broken home, dan bandit-bandit dan pendosa-pendosa lain yang menerima kasih karunia Allah. Saya belajar butuh waktu bagi seseorang untuk berubah, termasuk saya. Saya belajar untuk mengasihi dan mengampuni. Saya mulai mengerti kerinduan yang membakar orang-orang kristen "fanatik" yang dulu mencekoki saya dengan injil meskipun sudah saya usir-usir, dan saya lebih berterimakasih pada mereka sekarang. Bahkan saya telah menjadi jenis orang yang dulu paling saya benci! Hahahaa... Pacar saya protes karena pembicaraan saya sangat-sangat "tidak duniawi" dan dia berkata dia lebih suka saya yang dulu. Dia tidak bisa mengerti mengapa dia kristen dan saya kristen tapi dia tidak se"fanatik" saya? Well, saya juga tidak mengerti. Singkat cerita saja, kita bubar.
Saya percaya manusia lama saya sudah berlalu, dan yang baru di dalam Yesus telah datang. Kalau dia lebih menyukai manusia lama saya, sayang sekali. Manusia lama saya tidak akan bangkit lagi! Jadi sebaiknya dia mencari cewek lain saja. Bubarnya tidak setega dan semudah kalimat saya di sini. Tapi kita akan bersaksi masalah "pacar VS pasangan hidup" di lain kesempatan.
Saat ini saya hanya hendak mengakhiri kesaksian saya dengan mengucap syukur, bahwa Tuhan tidak pernah berhenti membentuk saya semenjak saya lahir baru. Saya dan adik saya yang perempuan dibabtis selam berbarengan. Dan meskipun saat saya melihat kolam pembabtisan yang terpikirkan hanyalah jangan sampai menelan air (dan sama sekali bukan hal-hal rohani seperti rasa terharu diselamatkan, dst), tapi saya tidak akan lupa hari itu.
Saya bersyukur bahwa sejelek apapun saya, kasih Tuhan sanggup menerima saya. Saya, yang ditolak manusia, diterima oleh Allah!! Saya, yang sering minder dan berpikir diri tidak ada harganya, dihargai seharga nyawa Tuhan sendiri! What an amazing grace, huh?
Saya bisa melihat diri saya 2 tahun lalu dan berkata:"Astaga Tuhan! Bagaimana Kau bisa sabar menghadapi karakter saya?" Bahkan jika dibandingkan dengan saya 2 bulan lalu, saya tetap akan mengatakan hal yang sama.

Allah terus berkarya dalam hidup saya. Dia sungguh tidak pernah melepaskan mataNya dari kita. Bahkan saat saya ke gereja, tanganNya lah yang menuntut dan memilihkan untuk saya. Juga kepergian saya ke Taiwan. Dan banyak hal lainnya. Saya akan menghabiskan lebih banyak waktu kalian kalau saya menceritakan bukti kasihNya dalam hidup saya! (tapi saya yakin kalian punya pengalaman berharga sendiri dengan Tuhan kita)
Saya ada sekarang ini, dan saya hidup, karena Yesus hidup.

And hallelujah to that.
I just love you so much I just can't get enough Lord, I want more of You in my life al the time Your love touches my heart And I knew from the start That I want more of You in my life all the time
And Jesus, every tick of time Is the time to be with You There is nothing else, nothing else I'd rather do Every single day, ever since that I met You I have found a love that is always be true (Hillsongs)
I love you, Jesus. Thank You for loving me first (and still does!).

God Bless Us
Idawati

PRAY FOR INDONESIA


"Father, God-of-Heaven, the great and awesome God, loyal to his covenant and faithful to those who love him and obey his commands:

Look at us, listen to us. Pay attention to this prayer of your servant that we were praying along this month in intercession for the nation of Indonesia, your servants, the People of Indonesia, I’m confessing the sins of the people of Indonesia. And I'm including myself, I and my ancestors, among those who have sinned against you.

"We've treated you like dirt: We haven't done what you told us, haven't followed your commands, and haven't respected the decisions you gave to us, we say we were Christian but our life testimony is not.

"Father, there they are--your servants, your people whom you love with amazing love.

O Master, listen to me, listen to your servant's prayer--and yes, to all your servants who delight in honoring you.

You know what was happening in Indonesia right know.
The Explosions of mount Merapi in the Middle of Java, Tsunami in Metawai Island, Flood in Wasior, Papua, Flood in Timor Island. Many were killed; many were injured, and homeless. In the same time the government still faces many trials of terrorisms, corruptions. There is no hope in what we have sees and heard, our hope is comes from you.

Please extend your Mercy’s hands, help Indonesia.
Recover those victims from the loosing heart of what was happening to them. 
Comfort the victims from sadness.
Touch many hearts to bring help to the victim.
Give our government one heart and voice to stand and be strong until this physical and psychology storm finish.
Open the eyes of every heart of people in Indonesia to see the work of your hands of mercy, hands of forgiveness, hands of love upon us and bring us back to you.

O Powerful God, hear our prayer.

Because we pray...in the name of your son Jesus Christ .
Foto saya
Dari Kupang, NTT ke Surabaya, lanjut ke Jawa Tengah, lanjut ke Sumatera Utara (lewat Lampung, Bengkulu, Padang, hingga tiba di Tapanuli Selatan lalu Tapanuli Tengah). Di Sumatera Utara, telah mengunjungi Medan dan mengelilingi semua kabupaten hingga ke Riau, dan Dumai. Dari Sumatera Utara ke Jakarta, Tangerang dan Jogja. Sejak keluar dari NTT tahun 2000-2008 berkeliling Indonesia. Tahun 2008-2010 saat ini, sedang berdomisili di Kamboja. Semua tempat tersebut diatas dikunjungi dalam rangkaian perjalanan melayani TUHAN.