PRAY FOR THE NATION

Indonesia:

Kamis lalu (2/12) Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) dengan tegas telah menginstruksikan dan menjamin anggotanya juga kepada masyarakat Kristen Mentawai untuk segera membangun hunian sementara sebelum Natal tiba (Baca : JK Instruksikan Bangun Hunian Sementara Untuk Rayakan Natal). Apa mau dibilang, kenyataan berbicara beda dilapangan.

Pembangunan hunian itu belum dikerjakan hingga Minggu (5/12). Penyebabnya apalagi kalu bukan terbentur birokrasi pemerintahan.

Hal itu diakui Koordinator Lapangan Posko Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Mentawai Zul Hendri.

Walau begitu, Zul menegaskan PMI masih melanjutkan penjajakan dengan pemerintah daerah. Zul berharap pemerintah memberikan tanggapan positif agar korban dapat kembali hidup normal.

Semoga saja Presiden peduli dan langsung memerintahkan pembangunan hunian sementara dengan tujuan agar rakyatnya dapat menjalankan dan merayakan hari besar keagamaannya secara kondusif.










Kesaksian Buddhist Wang Ching Tao Masuk Kristen





KESAKSIAN "BUDDHIST (BUDHA) "WANG CHING TAO" MASUK KRISTEN : " TIGA PULUH SATU LAWAN SATU"
(Diceritakan oleh : Pdt. I.M. Nordmo, Pemberita Injil di Tiongkok Utara)
Si cantik Wang Ching Tao hidupnya sangat berbahagia, ia anak dari seorang petani yang kaya. Lalu ia menikah dengan seorang pemuda yang kaya-raya dan tampan. Keduanya saling mengasihi dan saling membagikan kebahagiaan, benar-benar pasangan yang serasi.
Dari tahun ketahun mereka benar-benar dapat menikmati kebahagiaan bersama, namun nampaknya kebahagiaan ini tak boleh berlangsung terlalu lama. Serangan penyakit melanda Wang, dan sakit Wang bukanlah suatu penyakit yang mudah diobati, melainkan suatu penyakit yang sulit diobati. Seisi rumah berdukacita untuk malapetaka yang menimpa kedua sejoli itu.

Dari dokter sampai ke dukun-dukun terkenal malah sampai ke nujum mereka berusaha mencarikan obat untuk penyembuhan penyakit Wang, namun nampaknya usaha mereka tetap sia-sia. Tak ada perubahan apa-apa yang terjadi dalam diri nyonya muda ini. Sedang kondisi Wang sendiri makin hari makin lemah, seolah-olah tidak ada harapan lagi untuk kesembuhan tubuhnya. Oleh karena itu seorang Biku Budha mendatangi keluarga Wang, dan ketika melihat penyakit Wang semakin parah ia menganjurkan agar Wang semakin menjauhkan diri dari kesukaan dunia, bertarak daging serta menjalankan pelajaran sang Budha dengan benar-benar. Petani yang masih muda ini kini telah kehilangan akal, apapun yang terasa baik ia jalankan menurut keyakinan batinnya juga termasuk usul dari Biku tersebut. Apa saja yang dianggap baik asalkan istrinya yang sangat ia cintai mendapatkan kesembuhan, ia rela menjalankannya.
Maka mulailah istrinya menjalankan kebatinan, sedikit demi sedikit ia masuk ke dalam filsafat agama Budha dan menghampakan diri dari segala keinginan duniawi, bertarak makan terutama daging. Jarang sekali orang mengerti hal Nirwana dan karma yang berbelit-belit itu, namun dalam waktu yang singkat Wang dapat memahaminya. Sedikit demi sedikit ilmunya mulai berkembang sampai pada akhir kalinya iapun harus memutuskan hubungannya dengan suaminya tercinta serta anak-anaknya. Ia ingin menyerahkan diri sepenuhnaya pada sang Budha.
Betapa sedih suami dan anak-anaknya ketika Wang mengambil keputusan semacam itu, berarti mereka tidak lagi dapat berkumpul seperti waktu-waktu sebelumnya. Tak jauh dari rumahnya didirikan pura kecil, sebuah gedung baru khusus didirikan bagi sang Budha. Di tengah-tengah pura itulah didirikan patung dewa-dewa. Sedang patung patung lainnya membentuk lingkaran disekeliling ruangan itu, dan sebuah bilik kecil khusus bagi Wang sendiri. Di situlah ia menjalankan pertapaannya. Dalam bilik itu ada kang yang rendah dan sebuah meja kecil terbuat dari kayu. Sebuah kursi tak bercat semuanya berada dekat dinding sebelah utara, di meja kecil itu ada mangkuk tempat kemenyan.

Ketika semuanya telah siap, mulailah wanita itu menjalankan semedinya kurang lebih selama 10 tahun. Inilah permulaan hidup baru bagi Wang. Satu masa yang dipenuhi dengan perjuangan batin secara berturut-turut. Setiap kali ia menerima tantangan yang hebat, ia yakin ia dapat mengatasi atas bantuan roh sang Budha. Jiwanya terasa sangat lelah,berulangkali ia mengalami stres semacam itu. Segala keinginan hatinya ditekan sampai ia dapat mencapai tujuan yang hebat dan melakukan hal yang luar biasa. Dari tahun ketahun ia duduk bersila diatas kang, dan untuk pertama kalinya ia harus melayani diri sendiri, dalam pembakaran kemenyan, dan menaruh kemenyan ke meja kecil dalam puranya itu dan lain sebagainya.
Setelah beberapa waktu ia menjalankan sendiri, tak beberapa lama kemudian pura kecil itu ternyata bertambah penghuninya. Beberapa orang berkunjung ke Pura kecil itu, lalu beberapa di antara wanita-wanita itu akhirnya mengabdikan diri menjadi murid Wang. Wanita-wanita ini sangat mendambakan kesucian dan kehidupan secara hampa untuk mencapai Nirwana seperti halnya Wang sendiri. Wang mendapat julukan Chy yang suci karena pertapaanya telah mengundang perhatian banyak orang, mereka menyaksikan sendiri betapa khusuknya Chy dalam pertapaannya. Selain julukan di atas ia juga dianggap pimpinan yang keramat, bahkan pura itupun dianggap pura keramat. Kini tugasnya membakar kemenyan dan menyajikannya di meja pura dilaksanakan oleh murid-muridnya. Chy sendiri lebih khusuk bersila dalam pertapaannya dan memberikan filasafat kepada murid-muridnya.

Dua puluh tahun lamanya ia bertapa semacam itu tanpa berbaring sedikitpun. Inilah cara untuk mendapatkan derajat yang tinggi, daging dan lemak tak pernah terselit di antara giginya malah telur ia pantang. Menurut dia makin banyak pantangan makin dekatlah ia pada sang Budha. Caranya ia menyiksa diri, benar-benar sangat menakjubkan. Dari 20 tahun. 17 tahun ia duduk bersila tanpa berbaring tidur sekejabpun. Orang datang dari mana-mana berjiarah ke pura keramat itu. Kemasyuran tersebar diberbagai wilayah, bahkan dari Propinsi ke Propinsi. Nampaknya masyarakat bangga punya orang suci semacam dia.
Saat yang bersamaan Injil pun berkembang ke wilayah Barat yaitu desa Kao Kia Chy kurang lebih 2,5 mil jauhnya dari rumah Wang. Banyak orang menerima ajaran baru dan membakar berhalanya serta menerima Kristus. Diantaranya ada beberapa cucu Wang sendiri. Mereka inilah yang kemudian membawa berita Injil ke rumah keluarga Wang. Kebaktian terus-menerus diadakan, lebih hari lebih banyak yang diselamatkan, orang-orang sakit disembuhkan, dan yang baru sama sekali dibimbing melangkah menuju iman yang baru. Cerita perkembangan Injil inipun sampai ke keluarga Wang.
Kurang lebih dua setengah tahun saat Injil diberitakan di daerah Wang, tiba-tiba Wang terserang sakit yang keras, tujuh hari tujuh malam ia berbaring seperti mayat. Kalau saja ia tidak sedang menggenggam sebuah cermin pastilah ia disangka telah mati, dan pastilah upacara secara besar-besaran diadakan untuk menghormati jenazahnya, seperti biasa dilakukan upacara kematian terhadap orang-orang suci yang telah tiada, upacara air dan angin dan upacara keramat tertentu. Para imam dan murid-murid Wang berkumpul di depan pura kecil dekat bilik Wang, mereka membunyikan genta dan bunyi-bunyian lainnya sambil menghafal mantera. Dan beberapa kertas sembahyang di bakar untuk melunasi hutang yang telah mati atas perintah Yeh Wang ( si Raja Maut).

Inilah yang menentukan siksaan yang harus dijalankan oleh si mati, setelah siksaan selesai barulah manusia dapat menjalani hidup barunya. Namun pada hari ke tujuh tiba-tiba Wang bangkit lagi. Betapa gembiranya murid-murid Wang melihat guru yang dicintai hidup kembali. Mereka menganggap hutang telah terbayar dan telah terlunasi. Bagi Wang sendiri timbul keragu-raguan apa lagi ketika ia merasakan sakit sekali di bagian paha kanannya. "Barang kali pahamu diambil oleh Yeh Wang Chy", kata para pemuka Budha. Pemujaan yang sangat membosankan terpaksa harus diulangi sekali lagi. Ia harus dengan semangat baru.
Kertas-kertas sembahyang diletakkan dalam mangkuk sembahyang sebagi kurban sehingga apinya membumbung keseluruh ruangan. Matera-mantera diucapkan agar hutangnya cepat lunas. Dalam ucapan itu banyak biku Budha yang dirasuk roh-roh setan, mereka lalu mengadakan hubungan dengan dunia roh, udara menjadi pengap oleh bau dupa dan kertas sembahyang.
Penyakit Chy bukannya sembuh malah menjadi-jadi. Para Biku minta nasehat dewa-dewa. Dukun-dukun Prewangan yang telah siuman menyampaikan pesan dewa-dewa. Semua perintah dilaksanakan dengan sangat teliti namun penyakit Wang malah menjadi-jadi. Keluarga Wang berupaya mencari orang-orang pandai di segala penjuru untuk menolong Wang, namun semua usaha tetap sia-sia. Tak ada hasil yang dapat diharapkan. Karena lelahnya Wang sendiri terpaksa berdusta, ia katakan penyakitnya telah berkurang agar orang-orang itu pulang dan tidak terus membuat upacara-upacara yang membisingkan. Sepulang orang-orang itu Wang merasakan sakitnya tak tertahan lagi, ia sungguh-sungguh putus asa.
Seorang murid Wang memberanikan diri menghadap gurunya, "Chy yang mulia, dapatkah Chy memanggil orang Kristen, mereka mempunyai Allah yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, kalau orang Kristen dipanggil saya yakin Chy akan sembuh. Banyak orang sakit sembuh oleh doa-doa mereka." Pemudi itu menatap gurunya dan menunggu dengan harap-harap cemas, maukah gurunya ini menerima usulnya ?
Mata Chy yang sayu menatap muridnya, ia malah ingin mendengar lebih bayak cerita mengenai orang Kristen itu, "Teruskan ceritamu," katanya serak.
"Chy kenal si tukang kayu itu bukan ? Ia telah dikabarkan mati oleh banyak orang, bahkan anaknya yang datang dari jauh pulang khusus untuk menghadiri upacara kematian ayahnya. Namun betapa terkejutnya ia ketika menemukan ayahnya justru segar bugar dan berjalan-jalan di kebunnya."  Pemudi itu diam sebentar menantikan reaksi gurunya, gurunya mengangguk-angguk dan dengan isyarat menyuruh muridnya meneruskan ceritanya.

"Bahkan peti mati pun telah diserahkan kepada keluarganya untuk jenasah Kao, namun yang mati telah bangkit kembali berkat doa-doa yang dinaikkan orang-orang Kristen tersebut. Sekarang Kao dan anak buahnya sibuk mendirikan gedung milik orang kaya di sebelah Utara Gunung itu."
Cerita ini agaknya menyentuh hati Wang, memang muridnya yang satu ini pandai bercerita. Ia kenal siapa yang diceritakan muridnya ini, ia tukang kayu yang dikenal di wilayahnya, dan ia juga sudah mendengar tentang kematian si tukang kayu itu. Dan memang sangat mengherankan kalau sekarang ia hidup kembali.
"Banyak orang sakit yang disembuhkan oleh doa-doa orang Kristen, Chy," kata muridnya Chy. "Pasti Chy lebih banyak tahu dari pada saya ini," katanya pula merendah. "Chy tentunya juga kenal Wang si penderita kanker itu, juga Tai Shin yang lumpuh itu, lalu Ho yang buta itu. Oh, guru yang tercinta, sudilah guru mendengarkan tutur kata anakmu ini". Wang Chy mengangguk tanda setuju, ia kan mencobanya. Maka ia menyampaikan keputusannya pada suaminya.
Mendengar keputusan itu, suaminya segera menyampaikan keputusan ini pada cucunya menjemput ibu Chen agar orang Kristen segera mendoakannya. Sebelum bertobat ibu Chen seorang ahli nujum, nujum ibu Chen terkenal sampai ke wilayah. Undangan itu diterima dengan senang hati oleh ibu Chen, ia lalu pergi dan berlutut di tepi tempat tidur Chy yang tengah sakit. Allah benar-benar menjawab doa ibu Chen, secara ajaib Wang disembuhkan, rasa sakit pada pahanya hilang sama sekali.

Namun tidak semudah itu ia lalu beralih ke agama asing itu. Wang yang sudah puluhan tahun mengabdi pada sang Budha telah terlanjur lelap dalam kebudayaanya. Oleh karena itu tak heran kalau kini ia mulai merasakan kebimbangan yang sangat setelah ia disembuhkan. Apalagi orang mulai ramai membicarakan halnya karena ia mulai berpaling pada Allah asing itu. Mereka merasa malu kalau Wang bersikap semacam itu. Mengapa Wang tidak menghormati dirinya sendiri dan mau saja disembuhkan oleh Allah asing itu? Ini benar-benar merupakan penghinaan bagi dewa-dewa. Oleh karena itu Wang Chy harus meredakan kemarahan dewa-dewa dan mencucikan Pura dengan asap dupa. Oleh desakan anak buahnya Wang sendiri tidak keberatan melaksanakan, ia telah sembuh jadi tak ada lagi urusan dengan Allah asing itu.
Wang lalu menyediakan gulungan kertas sembahyang sebanyak yang diperlukan untuk pencucian puranya. Semua gulungan kertas diletakkan dalam mangkuk di meja persembahan. Pencucian dilaksanakan untuk membendung kemarahan dewa-dewa. Setelah selesai upacara pengikutnya pulang ke rumah meereka masing-masing dengan perasaan lega. Kehormatan mereka dan kehormatan pada Budha telah dipulihkan dan disucikan. Namun Wang sendiri setelah ditinggalkan, tiba-tiba merasakan kecemasan luar biasa. Rasa sakit pada pahanya kambuh lagi. Ia menyesali perbuatannya, mengapa ia begitu bodoh, ia telah menipu Allah orang Kristen. Jelas Allah tidak menghendaki persembahan dan penyembuhan pada berhala, karena hal semacam ini justru melawan Allah.

Sekali lagi Wu Tsung Chen diberi kabar, agar ia sudi datang lagi untuk mendoakan dirinya. Chen tidak menolak, ia datang kembali untuk mendoakan Wang yang sakit. Kasih Allah sangat besar. Allah kembali menjamah Wang. Setelah ia didoakan rasa sakitnya hilang. Namun ketika Chen pulang, murid-muridnya sekali lagi mendesaknya agar ia melakukan penyembahan dewa-dewa. Wang tak bisa menolak permintaan murid-muridnya, ia melaksanakan saja permintaan murid-muridnya. Namun baru saja melaksanakan pemujaan terhadap dewa-dewa rasa sakitnya kembali kambuh, dan rasa sakit yang sekarang nampaknya lebih hebat dari yang sudah-sudah. Wang kini insaf kepada Allah orang Kristen, ini sungguh besar kuasanya dan tak dapat dipermainkan. Ia merasa sangat bodoh, dan dengan rendah hati sekali ia mengundang Chen untuk mendoakannya. Ibu Chen yang merasa dipermainkan tak mau lagi datang. Wang tidak saja mempermainkan dirinya namun ia telah mempermainkan Allahnya dengan nyata-nyata. Oleh karena itu ia menolak mendoakan Wang sekali lagi.

Suami Wang tidak berputus asa, ia segera pergi ke Yaosi mendatangi Penginjil yang bekerja di daerah itu. Penginjil itupun tidak segera melaksanakan permintaan suami Wang, terlebih dahulu ia berdoa minta petunjuk Tuhan, apakah Tuhan Allah yang setiawan itu memperkenankan ia pergi mendoakan Wang. Allah menyuruh si Penginjil menemui, dan menyertakan Chen dalam pelayanan ini. Allah juga menyuruh mereka memberitakan berita keselamatan terlebih dahulu sebelum mereka mendoakan si sakit. Dan undangan untuk mengambil keputusan harus disampaikan dengan jelas.
Penginjil mentaati suara Tuhan, ia datang ke rumah ibu Chen dan mengajak ibu Chen untuk mendoakan Wang, semua perintah Allah mereka laksanakan. Wang ditantang apakah ia mau sembuh dan membuang semua berhalanya ataukah ia akan meneruskan pemujaan yang sia-sia yang terus akan menyiksanya ? Inilah kesempatan terakhir baginya untuk mengambil keputusan. "Allah sangat memperdulikan anak-anak-Nya bahwa sampai hal yang sekecil-kecilnya Allah akan memperhatikan" Ia bersabda : " Barangsiapa mengikut Yesus dan percaya kepada-Nya ia tak akan dikecewakan, Ia sendiri akan menjadi jaminan dalam segala hal. Dan kalau Wang mau berdoa kepada Tuhan Yesus saja, apa yang diminta Wang akan dijawab Tuhan sesuai dengan kehendak-Nya.

Wang mulai memikirkan untung ruginya kalau ia mengikut Yesus. Ia telah punya Pura sendiri, murid-murinya cukup banyak, puluhan tahun ia mengabdikan diri pada sang Budha. Ia tak boleh salah pilih, menghindarkan diri dari pilihan tak mungkin baginya. Allah orang Kristen ini selalu tahu apa isi hatinya, ia tak berani lagi menipu Dia. Kini ia mulai merenungkan berhalanya, bahkan ratusan kertas telah dibakarnya, namun tak sebuah doapun dikabulkan oleh dewa-dewa itu. Beda sekali dengan Allah asing ini, ia tahu apa artinya bila ia memilih Yesus. Juga semua murid-muridnya akan dikembalikan pada kebijaksanaan sang Pencipta. Setelah merenungkan semua itu, akhirnya Chy memilih Yesus.

Mendengar keputusan ini kedua hamba Tuhan ini segera berlutut, mereka memohon belas kasihan Allah untuk Wang dan menyembuhkan penyakit Wang. Allah yang telah mempersiapkan hati wanita Budha ini segera bertindak. Dengan nyata Allah memberikan anugerah-Nya pada Wang. Wang sembuh seketika. Wang terharu oleh jamahan kasih Allah yang tak memandang dosanya. Ia tak mau lagi mengingkari janjinya, ia benar-benar bertobat, ia tak mau lagi mengulangi perbuatannya yang tolol seperti waktu-waktu lalu.
Duapuluh tahun ia telah terikat oleh pemujaan yang sia-sia, tubuhnya disiksa sehingga dimasa tuanya kondisinya sangat lemah. Oleh karena itu tak mungkin lagi ia berjalan. Maka setiap hari Minggu kalau ia ke gereja ia ditandu oleh keluarganya. Dalam sisa tuanya ia mengabdikan diri pada Kristus. Pura yang dulunya berisi gong dan berhala kini berubah menjadi tempat memuji Allah oleh anak-anak Allah. Kuasa dewa-dewa telah dipatahkan, berhala yang jumlahnya 31 buah itu dihancurkan oleh kuasa Tuhan Yesus Juruselamat. Rumah Wang kini dipakai untuk tempat kebaktian, banyak mujizat terjadi justru di rumah itu. Puji-pujian terus berkumandang siang dan malam di rumah itu. Allah benar-benar dipermuliakan.

Sumber : Kesaksian dan pengalaman Pdt. I. M. Nordmo yang telah bertahun-tahun tinggal dan bekerja sebagai Pemberita Injil di Tiongkok Utara, Indonesia di Kalimantan Barat dan Pulau Bangka. Dalam rangka pelayanan Pendeta Nordmo ingin mengungkapkan melalui bukunya ("Roh-Roh Jahat Terusir"), apakah akibatnya bila orang dikuasai Iblis.Dari berbagai pengalamannya Pendeta Nordmo menjelaskan lebih dalam betapa sengsaranya seseorang yang diikat kuasa iblis itu. Namun anugerah Kristus yang penuh Kuasa dan Pengasih senantiasa mengejar orang berdosa, manusia yang mau percaya dan mau menyerahkan dirinya kepada Kasih Kristus secara mutlak mereka akan dibebaskan.

(Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia (YPPII) Departemen Literatur, Jl. Trunojoyo 2 Batu Malang-Jatim )
Foto saya
Dari Kupang, NTT ke Surabaya, lanjut ke Jawa Tengah, lanjut ke Sumatera Utara (lewat Lampung, Bengkulu, Padang, hingga tiba di Tapanuli Selatan lalu Tapanuli Tengah). Di Sumatera Utara, telah mengunjungi Medan dan mengelilingi semua kabupaten hingga ke Riau, dan Dumai. Dari Sumatera Utara ke Jakarta, Tangerang dan Jogja. Sejak keluar dari NTT tahun 2000-2008 berkeliling Indonesia. Tahun 2008-2010 saat ini, sedang berdomisili di Kamboja. Semua tempat tersebut diatas dikunjungi dalam rangkaian perjalanan melayani TUHAN.