Flavius Yustinus (juga disebut Yustinus dari Kaisarea atau Yustinus sang filsuf, 103-165) adalah salah seorang penulis Kristen paling terkenal lewat karyanya Liber Apologeticus - "Apologi Pertama". Pada akhir hayatnya ia menjadi martir sehingga namanya disebut sebagai Yustinus Martir.[1][2]
Sejak awal, gereja berperan di dua dunia yang berbeda, dunia orang Yahudi dan dunia non-Yahudi. Kisah Para Rasul menggambarkan lambannya dan kadang-kadang sakitnya perkembangan kekristenan di kalangan orang-orang bukan Yahudi. Petrus dan Stefanus mengadakan pekabaran Injil kepada orang-orang Yahudi, sedangkan Paulus kepada filsuf-filsuf Athena dan para penguasa Romawi.
Dalam banyak hal, kehidupan Yustinus mirip dengan kehidupan Paulus. Rasul ini adalah orang Yahudi yang lahir di daerah bukan Yahudi (Tarsus), sedangkan Yustinus adalah orang bukan Yahudi yang lahir di daerah Yahudi (Sikhem kuno). Keduanya terpelajar dan tangguh berargumentasi untuk meyakinkan orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi akan kebenaran Kristus. Keduanya mati syahid di Roma karena keyakinan mereka.
Menjelang pertengahan abad kedua, di bawah pemerintahan yang adil oleh para kaisar seperti Trajanus, Antoninus Pius dan Marcus Aurelius, gereja mulai membuka diri pada dunia luar untuk meyakinkan keberadaannya. Yustinus menjadi salah seorang apologist (orang yang mempertahankan pendiriannya dalam argumentasi) Kristen pertama, yang menjelaskan imannya sebagai sistem yang masuk akal. Bersama-sama penulis lain, seperti Origenes dan Tertulianus, ia menafsirkan kekristenan dalam istilah-istilah yang mudah dikenal orang-orang Yunani dan Romawi terpelajar pada masa itu.
Karya tulis Yustinus, "Apologi Pertama", ditujukan pada Kaisar Antoninus Pius (dalam bahasa Yunani berjudul Apologia, yaitu suatu kata yang mengacu pada logika yang menjadi dasar kepercayaan seseorang).
Seperti Paulus, Yustinus tidak meninggalkan orang-orang Yahudi ketika ia berpaling kepada orang-orang Yunani. Dalam karya besar Yustinus lainnya, "Dialog dengan Tryfo", ia menulis kepada seorang Yahudi kenalannya, bahwa Kristus adalah penggenapan tradisi Ibrani.
Di samping menulis, Yustinus mengadakan perjalanan yang cukup jauh. Dalam perjalanannya ia selalu berargumentasi tentang iman yang diyakininya. Di Efesus, ia bertemu dengan Tryfo. Di Roma, ia bertemu Marcion, pemimpin Gnostik. Pada suatu perjalanannya ke Roma, ia pernah bersikap tidak ramah terhadap seseorang yang bernama Crescens, seorang Cynic. Ketika Yustinus kembali ke Roma pada tahun 165, Crescens mengadukannya kepada penguasa atas tuduhan memfitnah. Yustinus pun ditangkap, disiksa dan akhirnya dipenggal kepalanya bersama-sama enam orang percaya lainnya.
Ia pernah menulis, "Anda dapat membunuh kami, tetapi sesungguhnya tidak dapat mencelakakan kami." Keyakinan ini ia pegang sampai mati. Dengan demikian ia telah meraih nama yang disandangnya sepanjang masa: Yustinus Martir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar