Ingatkah teman-teman akan bom malam Natal pada tahun 2000? Di manakah Anda saat itu? Pada malam natal itu, saya sedang bertugas sebagai reporter sebuah stasiun televisi swasta. Malam itu, saya dan seorang camera-man ditugaskan untuk meliput kegiatan ibadah malam natal di beberapa gedung gereja. Setelah keliling untuk mengambil gambar dan petikan wawancara di 3 gereja, kami melanjutkan liputan kami ke Gereja Katedral di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat. Saat itu sudah malam, mungkin sekitar pk. 20.30 WIB. Ibadah Natal yang pertama baru saja usai. Jemaat berhamburan keluar dari dalam gedung Katedral. Di luar gereja Katedral yang mengarah ke Mesjid Istiqlal, penuh dengan mobil terparkir, orang-orang berlalu-lalang, dan pedagang asongan.
Saya dan Cameraman kemudian melapor ke kantor Pastori Katedral untuk minta ijin liputan. Si staff pastori yang melayani kami menyatakan di dalam katedral sudah penuh sesak dengan orang dan hanya satu dari kami yang diijinkan masuk ke dalam. Kami setuju, dan meminta satu press-pass hanya untuk cameraman. Sebelum cameraman masuk ke dalam gedung, dia menyuruh saya makan malam duluan. Memang itu yang saya inginkan karena saya sudah menahan lapar sejak siang (belum makan siang seingat saya). Kemudian, cameraman masuk ke dalam untuk cepat-cepat mengambil posisi camera terbaik dan kemudian pintu gereja tertutup rapat.
Saya pun mulai melangkah ke arah gerbang Katedral di mana berbagai jualan makanan ringan dan minuman berada. Dari sebelumnya saya mengincar jajanan bakpau dan teh botol. Gerobak bakpau yang saya tuju berada pas di pinggiran gerbang katedral. Namun, ketika melangkah ke arah gerbang, saya tertahan dengan keberadaan seorang Ibu dan anak lelakinya yang masih remaja di depan saya. Saya tidak sadar dari mana datangnya mereka. Langsung ibu itu tersenyum ramah dan langsung membombardir saya dengan pertanyaan. Ibu dan anak itu berpakaian necis sekali, berpakaian layaknya keluarga papan atas. Mereka juga sangat tampak bersih, terawat, dan trendy.
Sang ibu menanyakan saya seakan-akan saya seorang celebrity. Padahal saya seorang reporter kacangan yang belum pernah nongol di layar televisi sedikitpun. Waktu itu saya masih baru lulus training bo.. Mata si ibu dan anak lakinya berbinar-binar melihat saya. Dia kagum sama saya dan saya berkali-kali merendah, tapi dia gak mau tau, dia tetap memuji-muji saya dan menyerang saya dengan pertanyaan. Saya sempat berpikir, orang kaya tapi kok kampungan ya. Wah jangan-jangan ini keluarga kaya raya dari daerah. Hahaha. Tapi saya tetap berusaha ramah beberapa menit.., tapi kemudian saya gak tahan lagi karena ingat perut saya lapar. Lagi pula saya tengsin ditanyain macam-macam sama si ibu. Kemudian saya minta maaf kepada si ibu dan menyatakan saya harus pergi beli makanan. Tapi si Ibu menahan saya dengan tangannya dan mengambil camera pocket dari dalam tasnya. Lalu dia minta saya mengambil gambar dia dan anaknya dengan gedung katedral sebagai background-nya.
Setelah selesai, saya minta maaf lagi. Saya bilang, "Tante makasih ya, saya harus pergi sekarang." Tapi si Ibu malah bilang, "Eh, sekarang kamu deh yang saya foto. Saya mau foto kamu." Bener, saat itu, saya hanya melongo dan senyum hampir gak percaya. "Benerran neh si tante, orang kaya dari udik." Saya bilang, "Gak usah deh tante", tapi saya kemudian rela difoto sama si ibu.
Detik berikutnya adalah hal yang tidak pernah saya lupakan dalam hidup saya. Setelah difoto dan begitu saya berjabat tangan dengan si Ibu dan anaknya, suara dentuman keras berbunyi dan punggung saya merasakan hentakan keras sehingga saya terhuyung sedikit ke depan. Saat itu juga, listrik di pelataran katedral padam, dan suasana hening beberapa detik. Sepertinya semua orang di pelataran/parkir sama-sama kaget. Kami semua tidak tahu apa yang terjadi. Namun, beberapa detik kemudian, terdengar suara isakan tangis anak-anak dan wanita. Dan suara beberapa orang berteriak, "BOM! BOM! BOM MELEDAK!". Yang tadinya hening, kini menjadi chaos. Semua orang berhamburan berusaha menyelamatkan diri, dan saya berusaha ke luar untuk mencari tahu apa yang terjadi (naluri reporternya mulai deh).
Saya ingat saya sempat mengucapkan selamat tinggal dengan si Ibu necis dan anaknya. Saya bilang, "Tante, hati-hati ya, saya harus pergi liputan sekarang." Kemudian saya tiba di depan gerbang dan melihat serpihan kaca dan gerobak bakpau tempat di mana saya harusnya berdiri telah hancur. Saya pun shock dan sadar bahwa si Ibu dan anaknya adalah malaikat. Ibrani 13:2, "Jangan kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat." Hebrew 13:2, "Do not forget or neglect or refuse to extend hospitality to strangers,for through it some have entertained angels without knowing it."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar