SAHABAT yang kekasih, berikut kesaksian hidup seorang SAHABAT yang saya sadur dalam interpretasi saya. Sebut saja namanya Heny (bukan nama sebenarnya)
Sulit baginya untuk memahami Allah seperti pemahaman saya,
sulit baginya untuk mengenal Allah seperti pengenalan saya,
sulit baginya untuk berdoa, menyebut dan memanggil Allah sebagai Bapa.
Heny lalu berkata,
“Allah itu kasih, Ia memperhatikan seluruh kebutuhan kita, mencukupinya, dan menyenangkan hati umatNya,
Allah itu juga berkuasa menjaga kita dan menjauhkan kita dari segala macam bahaya,
Allah sanggup mencintai tanpa batas, Ia mengampuni dan mengasihi semua orang,
Allah tidak pernah meninggalkan kita dan mengabaikan umat-Nya,
Allah takkan pernah membiarkan kita umatnya menderita, ....
Allah tidak memaksa atau menuntut, tetapi Ia meminta kerelaan hati”
Heny menjelaskan secara panjang lebar semua argumentnya kepada saya tentang mengapa Allah itu bukan seorang Bapa tetapi melebihi seorang Bapa.
Saya lalu menunjukkan kepadanya doa “Bapa Kami” yang diajarkan Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya dari Matius 6:9-13. Di situ Tuhan Yesus mengajarkan agar ketika kita berdoa, kita menyebut Allah sebagai Bapa.
Heny sangat terganggu dan mencoba berbagai argument untuk menyanggah pendapat saya, (yang sebenarnya bukan pendapat saya sendiri tetapi saya hanya mengutip dari Alkitab)
Pembicaraan waktu itu berakhir dengan suatu kesimpulan yang tidak memuaskan bagi kami berdua.
Heny pergi tanpa banyak kata-kata dan ketidakpuasan dihati, sementara saya pergi dengan pertanyaan besar dihati; mengapa SAHABAT ini tidak mengakui pernyataan Alkitab bahwa Allah adalah Bapa.
Hanyut dalam doa-doa agar Allah menolong saya dan juga Heny SAHABAT saya untuk mengerti masalah utama dalam perbedaan pendapat ini, Allah kemudian menunjukkan dan membukakan kepada saya penyebab utama mengapa Heny tidak dapat menerima pernyataan Alkitab, bahwa Allah sebagai Bapa.
BERIKUT KISAHNYA
Hari kamis sore itu adalah jadwal doa dan sharing dari kelompok kami. Setiap orang dari kelompok ini sangat antusias hadir dan berdoa bersama. Di taman kampus yang tak ramai dari aktivitas akademik sore itu, kami berkumpul dibawah sebuah pohon Gamal yang rindang. Demikian kami berlima bertemu; Akhim, Josua, Santy, Rita dan Heny.
Ketika melihat saya, raut wajah Heny masih menunjukkan ketidakpuasan pembicaraan kami sebulan yang lalu.
Heny memang tidak hadir di kelompok sharing karena berlibur ke kota kelahirannya selama sebulan.
Rupanya Heny masih menyimpan kegalauan hati akibat pembicaraan kami saat itu, dan melalui doa-doa, Allah bekerja didalam hatinya.
Perenungan Heny tentang fakta bahwa Allah adalah Bapa telah mengubah sikap dan cara berpikirnya selama sebulan itu ketika ia bertemu ayahnya.
Karena selama sebulan absen, maka kesempatan sore itu diberikan sepenuhnya untuk menceritakan pengalamannya selama liburan.
Heny lalu mengisahkan:
(berikut adalah saduran saya dari sharingnya Heny)
Lahir di tengah keluarga Kristen, Heny seharusnya dapat mengenyam pendidikan dan pengasuhan Kristen dari kedua orangtua, namun sebaliknya tidak demikian.
Ayahnya yang berlatar belakang militer telah mendidik anak-anaknya dengan tingkat disiplin yang tinggi, “rumah seperti Barak Prajurit” demikian ungkapnya.
Setiap orang tidak dapat mengemukakan pendapatnya selain dari pendapat orangtua yaitu sang ayah. Standart kebenaran adalah apa yang di katakan ayah dan bukan Alkitab. Setiap kesalahan pasti di tindak tegas. Semua anak-anak dari 5 bersaudara hampir lebih sebagai prajurit ayahnya dan bukan anak ayah mereka. Peranan ibu/istri 100% mendukung sikap ayah mereka, walau sikap ibu lebih lembut dan kewanitaan, tetapi ketegasannya hampir merupakan copy paste dari sang ayah, karena rupanya sang ibu juga berasal dari didikan keluarga tentara yakni seorang ayah yang juga berlatar belakang militer.
Singkat cerita Heny menjelaskan bahwa kepribadian militer mereka lebih nampak jelas daripada kepribadian kristen.
Setelah tamat SMA di kota kelahirannya, ia lalu melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi ke Jakarta. Disinilah ia bertemu dengan teman kampusnya (kami berempat) yang lalu mengajaknya ke persekutuan doa kampus, persahabatan ini membuatnya mengalami pengalaman bagaimana menjadi seorang pengikut Kristus.
Selama masa-masa itu, Heny belajar menjadi seorang Kristen sejati. Ia belajar menjadi seorang wanita yang lembut, merubah kepribadian dan cara berpikir militer yang ditanamkan orangtuanya. Ia belajar mengenal Allah yang berdaulat dan berkuasa mengatur kehidupan manusia. Ia belajar mengenal Allah yang penuh kasih. Ia belajar berserah dan menggantungkan hidupnya kepada Kristus. Sedikit bertolakbelakang dengan didikan orangtua yang mengajar mereka menjadi pribadi yang mandiri dan harus sanggup menjalani kehidupannya secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
Setelah 3 tahun masa perkuliahan tersebut Heny telah menjadi pribadi yang berbeda karena pengenalan akan Tuhan yang dialaminya di persekutuan doa tersebut. Namun...jauh didalam dasar hatinya. Ada satu ganjalan; Ia tidak dapat mengenal dan memanggil Allah sebagai Bapa, karena setiap saat menyebut kata Bapa didalam doa, Ia teringat akan ayahnya di rumah.
Allah Bapa
1. Penyayang
2. Pengampun
3. Menolong yang tak mampu, dan menguatkan yang lemah
4. Mencukupi kebutuhan agar tidak kekurangan dan menyenangkan hati anak-anaknya
Ayah kandungnya
1. Penuh ketegasan tanpa kasih sayang. Heny tak dapat bermanja dengan ayahnya.
2. Setiap kesalahan di tindak tegas, jarang terdengar, kata “kamu diampuni”
3. Mendorong dengan keras agar berhasil tanpa memperdulikan ketidaksanggupan Heny.
4. Mencukupi kebutuhan agar tidak berkekurangan, tak peduli senang atau tidak.
Sore itu, kami menghabiskan waktu sharing yang panjang dan tidak seperti biasanya, kami yang biasanya suka interupsi dan bercanda jika ada kesaksian yang lucu-lucu, kini kami berdiam diri, dengan tulus Allah menuntun kami mendengar seluruh curahan hati Heny SAHABAT kami. Dan dengan hati yang tulus dan terbuka, Heny mengungkapkan semua ganjalan hatinya.
Di akhir curhatnya, dengan suara yang serak sambil meneteskan air mata, Heny berkata, “Ya Bapa, Ya Allah, saya ingin dipulihkan, tolonglah saya” Heny lalu menangis, suasana saat itu penuh haru ketika Allah menyentuh hati Heny.
Santy dan Rita, yang duduk disamping Heny segera merangkul pundaknya dan Rita berkata; “Allah mengetahui pergumulan hatimu, Ia mendengar seruan hatimu, dan Ia bersedia memulihkanmu. Ia adalah Bapa yang mengasihi dan peduli akan kehidupan anak-anak-Nya”
Santy lalu membaca ayat Alkitab dari Mazmur 103:13; “Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia”
Josua menambahkan dari Mazmur 51:17; “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kau pandang hina, ya Allah”
Rita sebagai ketua kelompok sharing lalu membimbing Heny untuk berdoa mengampuni kedua orangtuanya, secara khusus sang ayah yang selama 22 tahun menanamkan konsep ayah yang salah kedalam hati Heny. Yang menyebabkan Heny kesulitan memiliki gambaran yang jelas tentang Allah sebagai Bapa.
Sore itu Allah memulihkan Heny. Allah menyatakan diriNya sebagai Bapa yang penuh kasih dan pengampunan kepada Heny. Allah mengubah hati Heny yang keras menjadi lembut dan menerima serta mengampuni Ayah dan Ibunya.
Bersama kami bergandeng tangan dalam lingkaran itu, mengucap syukur dan memuji Allah untuk apa yang telah dilakukanNya dalam kehidupan Heny dan untuk sukacita pengampunan yang telah Heny terima. Kami bahagia bersama SAHABAT kami.
Heny telah dipulihkan!!! Haleluyah!!!
Heny kemudian meminta izin untuk kembali ke kota kelahirannya untuk kemudian meminta maaf kepada sang ayah dan ibu yang sudah lanjut usianya.
Keluarga Heny dipulihkan!!! Haleluyah!!!
Note:
Pesan rohani dari kisah ini ialah
1. Sebagai seoranag ayah, kita hanya dapat menjalankan tugas dan kewajiban kita apabila, kita mendekatkan diri kepada Tuhan secara teratur melalui pembacaan Firman Tuhan dan doa. (Yohanes 15)
2. Sebagai seorang wanita, kita hanya akan dapat menjadi ibu dan istri yang baik apabila kita memiliki hubungan yang erat dengan Allah melalui pembacaan Firman dan doa secara teratur. Istri adalah seorang penolong yang berarti menolong suami agar menjadi seorang suami dan ayah yang baik bagi keluarga, dan menjadi seorang pria yang baik ditengah-tengah masyarakat.
3. Seorang anak mulai membangun konsepnya tentang Allah dari teladan hidup dan pengajaran orang-orang dewasa terdekatnya. Karena itu untuk para SAHABAT, bijaksanalah bersikap kepada anak-anak. Entah sebagai Ayah, Ibu, Guru, kakak atau tetangga, kita memiliki peran penting dalam pertumbuhan hidup seorang anak.
4. Jadilah seorang SAHABAT yang baik bagi sesama; minimal seperti 4 rekan Heny yang setia mendoakan, mendengar, dan menolong Heny.
5. Ingatlah!!! Apapun yang terjadi di dalam kehidupan kita, entah itu dimasa lalu, entah itu saat ini, atau yang akan terjadi di masa mendatang, serahkanlah kedalam tangan kuasa Allah yang sanggup menolong dan memulihkan kita.
Amin!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar