Sunday, 05 April 2009 | |
3 bulan yang lalu, mama terkena kanker tulang stadium 4 b. Yang artinya sudah stadium akhir dengan pemeriksaan melalui bone scan (nuklir) dan pemeriksaan darah menunjukkan adanya sel-sel ganas di luar ambang batas. Scan berhasil menunjukkan 5 tempat hitam (yang menunjukkan bahwa sudah terkena kanker) yaitu di pinggul, lutut kanan, tulang punggung, bahu-tangan kanan, dan tulang tengkorak. Serta beberapa bagian lain yang mulai tampak abu-abu ke hitam.. Sedangkan bagian lain yang belum menyebar, berwarna putih bersih. Keluarga sudah membawa dia ke beberapa dokter ahli tulang, ahli patologi dan terutama khusus kanker tulang. Semua jawaban tetap sama: mengingat umurnya yang sudah hampir 75, dan karena tak ada gunanya juga di chemotherapy (karena akan terlalu menyakitkan untuk dia) maka keluarga disarankan untuk merawat dia di rumah saja. Percuma di rumah sakit, begitu mereka bilang. Perkiraan mereka: 1-3 bulan saja usianya (kalau dia bisa makan dengan normal) sisanya, tinggal menunggu koma. Sedangkan, beberapa hari setelah vonis dokter itu, mama mulai menjerit-jerit kesakitan di tempat-tempat yang memang tampak hitam dalam scan. Dan sudah sulit sekali untuk makan! Bahkan minum juga. Karena kadang ia tidak mampu lagi menelan. Ini tidak heran kata dokter, mengingat penyebarannya sudah sampai tulang punggung dan tengkorak? Dokter-dokter hanya memberi morfin, karena memang kata mereka sakitnya tidak tertahankan. Seorang teman kakak yang lebih muda, ternyata baru saja meninggal karena kanker tulang dan itu pun hanya terdapat di lutut kirinya. Ia berobat di Singapore , tanpa hasil malah semakin parah. Teman yang lain pun menyatakan bahwa orangtuanya setelah dibawa ke Amerika pun hanya diberikan morfin sebagai pain killer. Keluarga semakin bingung, sedangkan melihat penderitaanya pun rekan-rekan yang menengok pasti menangis. Apalagi kita, anak-anaknya? Suatu kali, mama dalam jeritan kesakitannya minta dibaptis. Ia minta ijin pada satu kakak saya yang kebetulan sama beragama Kong Hu Chu dengan mama. (Yang lain sudah menjadi Kristen atau Katolik) Mama minta cepat-cepat di baptis karena dia sudah tidak tahan lagi dengan kesakitannya dan beliau juga bilang, takut waktunya sudah tidak ada lagi. Koko saya menangis. Dan akhirnya menyetujui. Memang, beberapa waktu sebelumnya, mama pernah bilang ingin minta dibaptis secara katolik. Diakon datang, untuk menyakan, apakah ini keinginan sendiri atau terpaksa. Mama sudah menjawab, bukan. Ia memang ingin dibaptis sendiri. Akhirnya besok paginya ia dibaptis (kira-kira 2,5 bulan dari sekarang). Pastor sekaligus memberikan sakramen perminyakan. Pada saat ia dibaptis pun sudah dalam keadaan antara sadar dan tidak. Yang anehnya, 3 jam setelah dibaptis, ia bisa tiba-tiba bangun sendiri dan berteriak memanggil anak-anaknya. Namun setelah itu, ia kembali terkulai dan kondisinya semakin memburuk. (bergeser/bergerak sedikit saja ia sudah tidak mampu karena sakitnya!) Keanehan lain, dua hari berturut-turut setelah baptis, ia minta komuni. Padahal mama tidak pernah mengerti apa itu komuni! Setiap satu minggu sekali ada Diakon yang datang untuk memberikan komuni. Setelah 3-4 kali komuni, kondisi kesehatannya membaik. Ditandai dengan kemampuannya untuk bergerak dan makan. Beliau juga sudah tidak lagi menjerit-jerit kesakitan. Kami merasa heran, bahkan dokter yang memeriksanya pun berdecak kagum. Karena dengan demikian, mama sama sekali tanpa pengobatan. Segala selang infus untuk makanan yang tadinya ia pakai, sekarang tidak terpakai. Bahkan, sebelumnya kami sudah menyiapkan oksigen, karena mama sebelumnya sudah mulai sulit bernafas. Kami heran, semua tak percaya. Dokter mengatakan, tak ada penjelasan logis atas semua ini. Kami sudah tak sabar untuk melihat hasil bone scan lagi mid-November ini (karena hanya boleh dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan) untuk mengetahui apa yang terjadi. 2 minggu yang lalu, seorang kerabat yang melihat kondisi mama membaik, dia menyatakan ketidak percayaannya. Ia minta maaf karena dengan mengatakan ini ia sudah menyinggung kami yang kristen/katolik, tapi ia berkata, tak percaya dengan yang namanya mujizat! Mujizat itu tidak ada, yang ada hanyalah.... mungkin, kesalahan diagnosa. Koko saya yang beragama Kong Hu Chu pun malah mendukung kita, bahwa tidak mungkin ada salah diagnosa. Ada bukti ilmiah tentang sakitnya dari bone scan dan test darah! Bahkan dia pun berpikir, ini keajaiban. Sampai mid November kemarin, kami tidak bisa berkata apa-apa. Karena sejak semula, anak-anaknya pun hanya berdoa dengan pasrah pada kehendak Tuhan dan mohon dengan kemurahan hatiNya, mama tidak menjerit-jerit kesakitan lagi, itu pun sudah cukup. Tapi melihat beliau mulai berjalan lagi...bahkan mulai mau ke dapur memasak lagi....amazing! Hasil bone scan keluar. Dokter yang memeriksanya pun terperangah dan bertanya, obat apa yang kita berikan kepada mama. Karena seandainya di chemo pun, kondisi mama tidak mungkin sebaik dan secepat ini, mengingat usianya. Yesus yang luar biasa, menunujukkan kemuliaanNYa. Saat kami bilang mama tidak diobati. Dokter tersebut (yang kebetulan beragama Muslim) berkata bahwa ini mustahil. Ini keajaiban. Karena scan menunjukkan, hitam di 5 tempat sebelumnya sekarang hanya tinggal 1, yaitu tinggal yang di tulang panggul! Koko saya bertanya, selanjutnya pengobatan apa yang harus kita lakukan untuk beliau? Dokter cuma menjawab, 'Ya tidak ada! Lanjutkan saja apa yang kalian lakukan selama ini. Yang kalian lakukan hanya berdoa kan? Jangan berhenti berdoa kalau begitu. Karena ini keajaiban!' Tidak puas dengan pernyataan dokter ini, koko memeriksa hasil kepada dokter patologi lain. Dia pun menyatakan ketidak percayaannya dengan kagum. 'Ini mujizat!' katanya. (rupanya ia katolik/kristen) Baru koko saya pun percaya. This is miracle. Buat saya sendiri, ini tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Karena tadinya, cukup buat saya tidak melihat beliau menjerit-jerit kesakitan, ternyata Yesus memberi lebih dari yang kami semua, anak-anaknya harapkan. Sebab sebelumnya kami semua sudah rela, menerima bahwa ia dipanggil Tuhan, daripada ia menahan kesakitan yang luar biasa. Kami pun mengerti, bahwa kami tidak berharap pada sesuatu yang muluk-muluk... tapi seandainya suatu saat mama dipanggil nanti, mama sudah digunakan Tuhan sebagai alat untuk menunjukkan, bahwa apa yang mustahil bagi manusia, tak ada yang mustahil bagi Dia. Tak ada obat yang lebih kuasa dari pada Yesus, Anak Domba Allah itu sendiri. Saya merasa tidak baik untuk menyimpan kesaksian kemuliaan Tuhan ini untuk keluarga sendiri saja. Saya berharap, dengan Kemuliaan Tuhan ini, dapat menjadi inspirasi iman dan pengarapan buat semua orang yang saya kenal. Ada ucapan Rm Yohanes di bukunya yang amat saya sukai : Kesembuhan fisik hanyalah sarana.... untuk menuju Tuhan, karena pada dasarnya setiap orang harus meninggal.. |
PRAY FOR THE NATION
Kamis lalu (2/12) Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla (JK) dengan tegas telah menginstruksikan dan menjamin anggotanya juga kepada masyarakat Kristen Mentawai untuk segera membangun hunian sementara sebelum Natal tiba (Baca : JK Instruksikan Bangun Hunian Sementara Untuk Rayakan Natal). Apa mau dibilang, kenyataan berbicara beda dilapangan.
Pembangunan hunian itu belum dikerjakan hingga Minggu (5/12). Penyebabnya apalagi kalu bukan terbentur birokrasi pemerintahan.
Hal itu diakui Koordinator Lapangan Posko Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Mentawai Zul Hendri.
Walau begitu, Zul menegaskan PMI masih melanjutkan penjajakan dengan pemerintah daerah. Zul berharap pemerintah memberikan tanggapan positif agar korban dapat kembali hidup normal.
Semoga saja Presiden peduli dan langsung memerintahkan pembangunan hunian sementara dengan tujuan agar rakyatnya dapat menjalankan dan merayakan hari besar keagamaannya secara kondusif.
Mukjizat Masih Berlangsung
Allah Membuat Kami Berani
Kisah Dari Negeri Bangladesh. Sekelompok kecil orang percaya berjalan menuju bagian dalam hutan-hutan Bangladesh mencari tempat berteduh, beristirahat. Beberapa dari mereka berdarah-darah, lebam dan kelaparan. Banyak dari mereka diserang dan diusir keluarga dari desa-desa mereka. Mereka telah kehilangan segalanya, walaupun demikian mereka menemukan lebih banyak sukacita dan hidup kekal dalam kristus. Ketika orang-orang percaya yang berani ini melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan diri, suatu jaringan orang-orang Kristen Bangladesh secara diam-diam mencari mereka dan membawa mereka ke tempat pengungsian yang aman dimana mereka ke tempat pengungsian yang aman dimana mereka mendapatkan pengobatan, istirahat, kelas Alkitab dan mungkin pelatihan-pelatihan. Setelah beberapa bulan, orang-orang percaya ini akan kembali ke daerah-daerah yang menentang Kekristenan, disegarkan dan siap untuk menjangkau yang terhilang bagi Yesus. KDP pergi mengunjungi orang-orang Kristen seperti mereka dalam persembunyiannya, untuk menguatkan dan mencari cara baru untuk menolong mereka. Kami mendengar saat mereka menceritakan kisah mereka dan kami dikuatkan saat salah seorang dari mereka mengatakan kepada kami, “Allah membuat kami berani.” Sekarang kami membagikan kisah mereka dengan Anda. Di Dalam Dekapan Yesus Kami duduk bersama “Aban” dan “Momina” di kursi plastik putih, sebuah kipas menghembuskan angin di dalam ruangan yang panas mencekik. Anak-anak mereka menunggu dekat mereka, memerhatikan kami dengan mata mereka yang lebar kecoklatan. Aban berbicara dengan suara yang pelan, menceritakan bagaimana ia menemukan Yesus. Aban mengalami kekosongan yang lama di dalam iman “Agama lainnya”, tetapi ia tidak tahu bagaimana mengisi kekosongan itu sampai suatu hari ketika seorang pemberita kabar sukacita memberikan kepadanya sebuah buku yang berjudul “Domba Yang Hilang.” Buku itu bercerita mengenai bagaimana Allah sang Bapa mencari dombaNya yang hilang, orang-orang “Agama lain”. Gambaran Allah sang Gembala berjalan melalui tempat-tempat yang sepi dan mencari seekor domba yang hilang, terngiang dalam pikiran Aban. Ia dengan sepenuh hati mempersembahkan hidupnya kepada Kristus. Keluarga besar Aban menghina imannya dan mencapnya “kambing hitam,” yang telah mengotori keputihan atau kesucian dedikasi keluarga pada “Agama lain”. Ketika ditanya mengapa seorang “Agama lain” sebaiknya menjadi Kristen, Aban menjawab, “Sebagai orang Kristen kamu mungkin mengalami kesulitan-kesulitan, tetapi itu sebanding dengan keselamatan jiwamu.” Selama ia berkhotbah, banyak orang-orang menerima Kristus. Walaupun demikian tidak semua mau mendengarkan Injil – Aban telah diusir keluar dari desa-desa sebanyak 22 kali di waktu yang berbeda. Walaupun istri Aban yang “Agama lain” untuk sementara menerima iman barunya, tetapi akhirnya istrinya menyerah karena tekanan dari teman-teman dan keluarga untuk kembali kepada “Agama lain” dan menceraikan Aban. Aban tetap setia kepada panggilannya, mengunjungi dari satu desa ke desa yang lain. Ia selalu bertanya kepada setiap orang yang ia temui, “Pernahkah kamu mendengar mengenai Yesus … Seorang yang berkuasa? Kita dapat menemukanNya di dalam kitab suci kita. Jika kamu bersedia, aku akan meneruskan dan menceritakan lebih lagi tentang Dia.” Ia menceritakan pengalaman pribadinya bersama Kristus dan membagikan buku-buku, traktat-traktat dan Alkitab. Seorang yang menerima buku dari Aban adalah Momina. Sekarang, Momina adalah istri Aban, ia menceritakan kepada kami bagaimana sebagai seorang gadis muda, ia telah memperoleh semua hal yang ia butuhkan: seorang suami, keluarga yang indah dan pekerjaan yang menjanjikan. Aban bertemu dengannya tepat setelah kehidupan bahagianya berantakan. Aban melihat Momina, sedang menangis di rumah. Sambil meneteskan air mata, Momina berkata kepadanya, “Ayahku sedang sakit dan suamiku menceraikan aku. Bagaimana aku dapat bertahan?” Aban menawarkan kepadanya sebuah Alkitab. Momina dengan segera menerima Alkitab tersebut, dan akhirnya ia memutuskan untuk mengikut Kristus. Beberapa anggota keluarga dan teman marah. Mereka mulai menanyakan mengapa keluarganya masih terus memberi “orang murtad ini” tempat untuk tinggal. Suatu hari ketika Momina bermain-main dengan anak perempuannya yang berumur 8 tahun di teras rumah, saudara laki-lakinya menghampirinya dalam keadaan naik pitam, menyerangnya berkali-kali dengan tongkat bambu yang tebal, mematahkan tulang rusuknya. Anak perempuannya terlempar dari pelukannya saat ia jatuh pingsan. Momina tersentak bangun oleh dinginnya siraman air di wajahnya dan lebih banyak pukulan. Sepupunya memukulinya dengan sebuah tongkat. “Kami mendidikmu,” katanya. “Kamu punya otak dan pikiran. Lalu mengapa kamu pergi dan menjadi orang Kristen? Kamu perempuan jalang.” Selama satu bulan kemudian saat Momina terbaring memulihkan kondisinya, polisi desa mengunjungi kedua orang tuanya. “Kamu harus melakukan sesuatu mengenai anak perempuan Kristenmu,” kata mereka. “Jika kamu tidak bertindak, kami akan memenjarakanmu dan menyiksamu.” Para tetangga menyarankan kedua orang tuanya untuk meracuni Momina hingga mati. Menghadapi tekanan dari semua pihak, kedua orang tuanya mengusirnya keluar dari rumah, bersama dengan anak perempuannya dan anak perempuan adobsinya yang berumur 3 tahun. Ketika ia pergi, saudara-saudara laki-lakinya memperingatkan dia, “Kami tidak mengijinkan kamu kembali lagi ke sini. Jika kamu masih tertahan, kami akan menyerangmu, dan meracunimu dan kamu akan mati.” Dengan tidak ada seorangpun yang dapat menjadi tempat curahan hatinya, ia meminta Aban jika Aban mau menikahinya dan menjaganya dan kedua anak perempuannya. Aban setuju dan mereka menjadi sebuah keluarga. Allah mulai menganyam dua individu yang terbuang ini menjadi satu permadani yang indah dipandang. Karena banyak orang tahu bahwa Aban adalah seorang penginjil, mereka terus berpindah dari satu desa ke desa lainnya karena kemarahan orang-orang. Di suatu tempat dimana mereka tinggal, sang tuan tanah mengacungkan golok dan berkata kepada Momina, “Jika kamu tidak pergi, aku akan mencincang tubuhmu dan membuangnya ke selokan.” Kemudian, ketika Momina mengunjungi kedua orang tuanya, orang-orang desa yang marah membakar rumah mereka. Sekarang Aban, sang gembala sedang mencari domba yang hilang, bepergian ke berbagai desa membagikan Firman Tuhan. Ketika kedua anak perempuan Momina merindukan ayah mereka, Momina menghibur mereka, dengan berkata, “Kita mengasihi Yesus, oleh karena itu ayah kalian pergi memberitakan kepada orang lain untuk mengasihi Yesus.“ Kadang-kadang, Momina berpegian bersama Aban, membawa anak-anak perempuannya. Ketika Aban bersaksi dengan yang pria, Momina bersaksi kepada yang wanita. Ketika kami sedang berbicara dengan Aban dan Momina, Momina duduk tidak tenang di kursinya. Ia masih merasakan sakit pada tulang rusuknya yang retak, yang mana tidak ana pernah pulih setelah penyerangan yang dia alami empat tahun yang lalu. Kami berdoa bersama dengannya, dan ia dalam perawatan seorang dokter Kristen. Kami juga sedang membantu Aban dan Momina membeli sepetak tanah yang mana diatasnya akan didirikan sebuah rumah sederhana. Kedua roang ini, yang sangat menderita karena mengikut Kristus, mempunyai kasih yang tulus bagi mereka yang menyakiti mereka dan hasrat yang membara untuk mempersaksikan injil pada orang-orang di negara mereka. Ketika Momina berkata kepada kami, “Allah membuat kami berani. Yesus telah banyak menderita, maka aku juga perlu menderita di dalam hidup ini.” Source: The Voice Of The Martyrs Kasih Dalam Perbuatan Edisi Maret – April 2008 Founder: Richard Wurmbrand |
- Akhim B. Kupeilang
- Dari Kupang, NTT ke Surabaya, lanjut ke Jawa Tengah, lanjut ke Sumatera Utara (lewat Lampung, Bengkulu, Padang, hingga tiba di Tapanuli Selatan lalu Tapanuli Tengah). Di Sumatera Utara, telah mengunjungi Medan dan mengelilingi semua kabupaten hingga ke Riau, dan Dumai. Dari Sumatera Utara ke Jakarta, Tangerang dan Jogja. Sejak keluar dari NTT tahun 2000-2008 berkeliling Indonesia. Tahun 2008-2010 saat ini, sedang berdomisili di Kamboja. Semua tempat tersebut diatas dikunjungi dalam rangkaian perjalanan melayani TUHAN.